Jakarta (ANTARA News) - Harga bahan bakar minyak (BBM) tidak dapat dilepas sesuai harga pasar mengingat BBM dipergunakan untuk hajat hidup masyarakat dan sesuai Undang-Undang Dasar (UUD) 45 maka harus dikuasai oleh negara tanpa turut campur pihak manapun.
"Tidak mungkin usulan Bappenas dilaksanakan untuk menaikan harga BBM secara bertahap hingga mengikuti harga pasar. Terlebih lagi tingginya resistensi masyarakat terhadap kenaikan harga BBM saat ini, terlalu besar resikonya, siapapun Presidennya pasti akan `jatuh`," kata Pengamat Perminyakan, Kurtubi, di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan tidak perlu pemerintah menyesuaikan harga BBM sesuai dengan harga pasar karena memang BBM dipergunakan untuk hajat hidup orang banyak dan harus dikuasai negara. Tidak ada pihak manapun, termasuk asing, yang boleh mencampurinya.
Menurut dia, tidak ada harga BBM di dunia yang dilepas mengikuti harga pasar. Setiap pemerintahan di dunia turut campur dalam menetapkan harga, baik itu dalam pemberian subsidi maupun pengenaan pajak sebagai subsidi minus.
Kurtubi mengatakan, harga oktan di seluruh dunia sama, jika ada perbedaan hanya sedikit saja dan itu terkait dengan biaya distribusi. Di negara-negara Eropa, contohnya Belanda, harga pasar tidak termasuk pajak mencapai harga Rp12.000 per liter, tetapi setelah pemerintahnya campur tangan maka harga setelah pajak mencapai Rp20.000 per liter.
"Karena itu tidak ada alasan pemerintah melepaskan harga BBM sesuai harga pasar. Hal tersebut berbeda dengan harga minyak dunia," ujar dia.
Seharusnya, dia mengatakan, tujuan pemerintah adalah memperkecil biaya produksi BBM dengan cara dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) skala besar dimana tidak ada "transfer cost" dari hulu hingga hilirnya, sehingga dapat menekan harga jual BBM.
Cara lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk menurunkan harga jual BBM adalah dengan menetapkan kewajiban pasok dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) dari setiap Kontrak Sharing dengan operator minyak bumi dan dijual dengan harga murah. Langkah ini akan membuat bahan baku BBM menjadi murah.
Menurut dia, mahalnya BBM karena 90 persen dari biaya produksinya adalah bahan baku yakni minyak mentah yang harganya saat ini mencapai di atas 136 AS dolar per barel. Sedangkan tujuh persen biaya diperuntukan bagi karyawan dan lain-lain.
"Sekarang ini jadi kelewat mahal karena bahan baku yang digunakan impor. Dan entah kenapa Pertamina tidak mau melakukan swasembada BBM tapi justru lebih senang mengimpor dari pada membangun kilang baru, padahal dengan harga minyak seperti saat ini harga impor jauh lebih mahal," ujar dia.
Dia mengatakan Thailand memang tidak memiliki sumber minyak mentah karena itu mereka mengimpor dari Timur Tengah. Tetapi kebijakan pemerintah mereka jelas yakni boleh mengimpor minyak mentah tapi untuk BBM harus diproduksi sendiri.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008