Surabaya (ANTARA News) - Dua maskapai penerbangan asing, yaitu Qantas dari Australia dan satu-satunya dari AS yang melayani jalur penerbangan ke Indonesia, khususnya Bali, Continental Airlines, Oktober mendatang dijadualkan "hengkang", tidak lagi melayani jalur penerbangan ke Pulau Dewata.Pemerhati dan pebisnis penerbangan di Bali yang enggan disebutkan jati dirinya, menghubungi ANTARA di Surabaya, Selasa, menyatakan bahwa tindakan tersebut terkait dengan melambungnya harga minyak dunia yang di luar perhitungan.Selain itu, kurangnya perhatian dari pengelola Bandara di Indonesia terhadap pebisnis penerbangan, membuat maskapai penerbangan "enggan" melayani jalur penerbangan internasional ke Indonesia.Ia mencontohkan, insentif yang diberikan pengelola Bandara terhadap maskapai penerbangan sangat minim, bahkan pengelola Bandara cenderung "memeras" maskapai dengan mengenakan tarif layanan cukup tinggi.Padahal, pengelola Bandara di luar negeri, dalam kondisi harga minyak dunia yang tinggi ini memberi insentif kepada maskapai penerbangan berupa potongan atau diskon biaya pelayanan bandara, agar maskapai bersangkutan tetap "terbang" melayani jalur ke negara tersebut. "Lha di sini misalnya, Bandara Ngurah Rai malah menerapkan tarif progresif untuk parkir pesawat, yakni dua jam pertama parkir bebas, tetapi lebih dari dua jam dikenai tarif berlipat. Bandara di Indonesia mahal", katanya mengungkapkan. Menurut dia, semestinya dalam kondisi kurang menguntungkan bagi bisnis penerbangan, terkait melonjaknya harga minyak dunia, pengelola bandara memberikan insentif yang menggairahkan penerbangan, agar tetap mau datang, melayani jalur penerbangan dari mancanegara ke Indonesia. "Bukan `airlines` nggak mau datang, tapi nggak kuat bayar biaya layanan bandara di Indonesia yang kurang kompetitif, karena tidak memberikan rangsangan berupa insentif. Maskapai penerbangan kini tengah `teler` dengan melambungnya harga minyak dunia", katanya menegaskan. Selain itu, menurut dia, pemerintah dalam hal ini instansi terkait seperti Deplu, Dephub dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata kurang menjaga hubungan dengan negara asal maskapai bersangkutan, dengan melakukan lobi-lobi agar hubungan ekonomi tetap terjalin. Ia mengungkapkan jika ada lobi yang kuat, semestinya Continental Airlines tidak hengkang dari Bali, bahkan akan menambah frekuensi penerbangan dan hengkang dari Cairns, Australia. Tetapi, karena lobi pemerintah khususnya pebisnis pelancongan di Cairns, menjadi sebaliknya, hengkang dari Bali dan tetap melayani jalur Cairns. Secara terpisah, pimpinan Continental Airlines di Bandara Ngurah Rai Bali, Dara Mustika menjelaskan, Continental Airlines tidak hanya hengkang dari Bali mulai Oktober mendatang, tetapi juga ke 50 Bandara di berbagai negara di dunia, sehingga sekitar 2.000 karyawannya harus "dirumahkan", akibat tingginya harga minyak dunia. Mengenai biaya di Bandara, ia menuturkan, untuk armada pesawat Boeing 737 milik Continental misalnya, sekali penerbangan ke Ngurah Rai harus membayar 3.000 dolar AS, untuk biaya antara lain "landing", parkir, penempatan dan gerai (counter) maskapai. Sementara untuk minyak (avtur) saat ini, selama Januari hingga April Continental membayar di Pertamina 412 ribu dollar AS. Padahal, selama tahun 2006 (setahun) hanya membayar 971 ribu dolar AS dan tahun 2007 naik menjadi 1,065 juta dolar AS. Ini karena harga minyak mengikuti harga pasar dunia.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008