Surabaya (ANTARA News) - Sidang Peninjauan Kembali (PK) untuk terpidana "pesta" sabu-sabu di Surabaya (13/11/2007) yakni Roy Marten alias Roy Wicaksono (56), Selasa, ditandai pengajuan dua novum (bukti baru).
Dua novum adalah satu novum yang diajukan pengacara terpidana berupa kekhilafan hakim, sedang satu novum lainnya diajukan terpidana secara lesan berupa pencabutan kesaksian terpidana Freddy Mattatula.
Dalam sidang perdana PK Roy di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang dipimpin ketua majelis hakim Mulyanto SH itu, pengacara Roy Marten menilai vonis yang dijatuhkan majelis hakim yang dipimpin Berlin Damanik SH menunjukkan adanya kekhilafan.
"Alasan kami mengajukan PK adalah adanya kekhilafan atau kekeliruan majelis hakim, karena vonis dijatuhkan dengan satu alat bukti yakni kesaksian terpidana lainnya, Freddy dan Winda," kata pengacara Roy, Sunarno Edy Wibowo SH MH.
Padahal, katanya, tidak ada satu pun barang bukti (BB) yang melekat pada diri Roy Marten, bahkan fakta persidangan menunjukkan BB adalah milik terpidana Didit Kesit Cahyadi dan Freddy Mattatula.
"Hal itu mendorong kekhilafan hakim lainnya, yakni hakim akhirnya memvonis Roy dengan mendasarkan pada kesaksian Freddy dan Winda yang sangat mungkin sengaja ingin memberatkan Roy Marten, sehingga kesaksian mereka patut dipertanyakan," katanya.
Oleh karena itu, ia meminta majelis hakim PK untuk membatalkan putusan majelis hakim terdahulunya, kemudian membebaskan terpidana Roy Marten dan merehabilitasi nama baiknya.
Dalam kesempatan itu, pengacara Roy Marten juga meminta majelis hakim untuk menghadirkan saksi Freddy Mattatula ke persidangan PK tersebut, namun permintaan itu tidak dijawab langsung majelis hakim.
"Permintaan itu akan kami musyawarahkan terlebih dulu, namun kami akan memberi kesempatan kepada jaksa untuk menanggapi pengajuan PK terpidana," kata ketua majelis hakim, Mulyanto SH.
Setelah itu, majelis hakim menunda persidangan hingga dua pekan berikutnya untuk mendengarkan tanggapan jaksa penuntut umum atas pengajuak PK tersebut.
Usai persidangan, anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mulyono SH menyatakan pengajuan PK itu merupakan hak terpidana. "Itu hak terpidana, kami akan menanggapinya," katanya, singkat.
Sementara itu, pengacara terpidana Roy Marten, yakni Sunarno Edy Wibowo SH MH, mengaku pihaknya memilih jalur PK dan bukan banding karena banding itu rawan intervensi.
"Kalau banding akan banyak intervensi, sehingga vonis klien kami bisa lebih berat, karena itu kami memilih PK itu tidak akan mengubah vonis yang dijatuhkan kepada klien kami, bahkan kalau dikabulkan justru membuat klien kami akan bebas," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008