...dalam era free trade ini dengan negara-negara ASEAN sudah nol tarifnya
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengusulkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membebaskan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) importasi biji kakao, guna memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri pengolahan kakao, sekaligus memacu produktivitas dan daya saingnya.
“Kami ingin nol-kan PPN kakao, selain kapas dan log kayu. PPN tidak dihapus, tetapi tarifnya nol. Ini diharapkan bisa mendorong daya saing industri, karena di dalam era free trade ini dengan negara-negara ASEAN sudah nol tarifnya,” kata Menperin lewat keterangannya di Jakarta, Selasa.
Salah satu upaya yang juga perlu dilakukan adalah kerja sama perdagangan bilateral dengan sejumlah negara potensial, seperti Ghana.
“Ini juga akan membantu sektor industri kita, sehingga dari Ghana pun bisa nol juga tarifnya. Kami akan terus koordinasikan dengan Kementerian Perdagangan,” kata Menperin.
Menperin optimistis jika dilakukan upaya pemenuhan kebutuhan bahan baku industri, diharapkan ke depannya utilisasi produksi industri pengolahan kakao dapat ditingkatkan sampai dengan 80 persen dengan potensi nilai ekspor menembus 1,38 miliar dolar AS.
“Oleh karena itu diperlukan upaya bersama antara pemerintah, industri, dan petani, untuk meningkatkan produksi kakao di dalam negeri,” ujar Menperin.
Guna menjaga ketersediaan bahan baku, pemerintah bersama stakeholder dapat memfokuskan diri untuk meningkatkan produktivitas budi daya kakao. Sedangkan, di sektor industri, diharapkan dapat menjalin kemitraan dengan petani dalam menjaga kontinuitas pasokan bahan baku biji kakao.
“Selain itu kami memacu pada konsumsi kakao bagi masyarakat Indonesia. Salah satu upayanya adalah melalui edukasi di sekolah dan promosi yang dilaksanakan di dalam maupun luar negeri serta gerakan peringatan Hari Kakao Indonesia,” ujar Menperin.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Abdul Rochim menyampaikan pihaknya terus mendorong peningkatan nilai tambah kakao sekaligus memperkuat struktur industrinya di dalam negeri.
“Kami berharap produk kakao olahan yang sebagian besar diekspor dapat ditingkatkan lagi untuk diolah di dalam negeri menjadi produk hilir cokelat dan turunannya,” kata Menperin.
Guna mewujudkannya, Kemenperin bersama pemangku kepentingan menyelenggarakan Peringatan Hari Kakao Indonesia tahun 2019 dengan menggelar Pameran Produk Kakao dan Cokelat 2019 di Plasa Pameran Industri, yang mengambil tema “Bangga Cokelat Indonesia”.
“Melalui pameran ini diharapkan dapat memberi semangat kebersamaan seluruh stakeholder kakao dalam mengembangkan komoditas kakao dan industri olahan kakao di Indonesia serta meningkatkan kebanggaan pada produk-produk cokelat dalam negeri,” ucap Rochim.
Kegiatan tersebut berlangsung pada 17-20 September 2019, dengan diikuti sebanyak 46 peserta yang terdiri dari 35 industri pengolahan cokelat skala besar, menengah dan kecil, kemudian dua industri pengolahan kakao, perwakilan dua daerah penghasil kakao, tiga lembaga riset, dua universitas, satu produsen mesin pengolahan cokelat, serta menampilkan satu buah food truck.
“Produk-produk yang ditampilkan meliputi makanan dan minuman berbasis kakao olahan seperti minuman cokelat, permen cokelat, kue, selai cokelat, biskuit cokelat, dan lain-lain,” sebutnya.
Pada kesempatan ini juga diadakan Demo Cokelat Praline oleh Gandum Mas Kencana, Demo Cokelat Karakter/Bar oleh Uwel’s Chocolate serta kisah sukses oleh Tama Chocolate (Chocodot).
Selain acara pameran diselenggarakan pula Focus Group Discussion(FGD) yang bekerja sama dengan Asosiasi Kakao Indonesia dengan tema “Penguatan Hilirisasi Industri Pengolahan Kakao Nasional”.
FGD tersebut diharapkan dapat memberikan rekomendasi mengenai berbagai permasalahan pada industri pengolahan kakao dan cokelat seperti pengoptimalan kapasitas industri pengolahan kakao, peningkatan konsumsi cokelat, dan peluang cokelat bean to bar di Indonesia.
Baca juga: Kemenperin sebut hilirisasi kakao jadi prioritas pengembangan
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019