Ketentuan ini tidak bisa dibiarkan, karena celah-celah ini bisa digunakan koruptor untuk menggugat KPK

Jakarta (ANTARA) - Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) berpandangan revisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disahkan DPR, Selasa bertujuan agar pemberantasan kasus korupsi di negeri ini semakin baik dan mengedepankan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).

Revisi UU KPK ini memberikan kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3, kata Direktur Eksekutif Lemkapi Dr Edi Hasibuan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Hasil penelitian Lemkapi selama ini, kata dia, sejumlah tersangka korupsi di KPK bertahun-tahun tersandera sebagai tersangka dan tidak bisa diproses hukum lebih lanjut sehingga tidak mendapatkan kepastian hukum.

Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini mengharapkan dengan UU yang baru saja direvisi ini, KPK akan meneliti kembali sejumlah kasus dan bila tidak bisa dilanjutkan sama sekali sebaiknya dihentikan lewat SP3.

Atas revisi UU KPK baru ini, Edi mengharapkan antara KPK, Polri dan kejaksaan bisa saling bersinergi dan saling melengkapi dalam penegakan hukum.

"Kami juga harapkan kepada Polri bisa membantu KPK dalam pemberantasan korupsi. KPK tidak akan bisa sendirian. Polri dan jaksa kita minta memberikan perhatian khusus dalam pemberantasan korupsi," ujar doktor ilmu hukum ini.

Soal masih ada sebagian penyidik KPK yang belum sesuai UU KPK yang baru, dia minta pimpinan KPK yang baru supaya segera menyesuaikan dengan aturan terbaru.

"Ketentuan ini tidak bisa dibiarkan, karena celah-celah ini bisa digunakan koruptor untuk menggugat KPK," katanya.

Sejauh ini, Lemkapi mencatat ada sekitar 118 penyidik ada di KPK. Mereka berasal dari penyidik yang diangkat KPK, penyidik Polri dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS).

Pewarta: Santoso
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019