Jakarta, (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mendesak kepada pemerintah agar menghapus pelaksanaan Ujian Nasional (UN), mengingat masih ada kesenjangan kondisi sekolah di berbagai daerah. Pernyataan PAH III DPD itu disampaikan Parlindungan Purba, Pdt Lambe, Santori Hasan, Muhi Abidin dan Ali Warsito di Gedung DPD di Senayan Jakarta, Selasa. Selain itu, ada tiga prinsip yang tidak tercakup dalam proses belajar dan mengajar, yaitu kognitif (penilaian yang tidak tergambar secara baik) dan prinsip afektif karena UN tidak dapat dijadikan indikator penilaian atas perubahan sikap anak didik) dan prinsip psikomotorik. Begitu juga prinsip psikomotorik tidak terpenuhi. UN tidak dapat dijadikan ukuran perkembangan anak, sehingga penilaian atas hal tersebut perulu dikembalikan lagi ke sekolah. UN dinilai tidak sesuai dengan program pendidikan Dasar Sembilan Tahun sehingga terjadi kontraproduktif. UU tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan dasar adalah SD dan SMP sehingga tidak tepat jika UN diberlakukan juga untuk SMA. DPD menyatakan, UN tidak mampu/tidak dapat memetakan pencapaian kompetensi atau pengendalian mutu pendidikan karena yang diujikan hanya tiga hingga lima mata pelajaran. Hal itu tidak konsisten dengan substansi perundang-undangan dalam bidang lingkup standar nasional pendidikan (PP No.19/2005). "UN mengabaikan kecerdasan, potensi dan kemampuan siswa yang bersifat multilevel dan mengabaikan keunggulan dan kemampuan khusus," kata Pdt Lambe. Padahal, kata Lambe, pendidikan diarahkan untuk pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal. Selain itu, anak/siswa yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus. Hal senada disampaikan Rektor Universitas Timbul Nusantara (Utirta-IBEK) Jakarta Prof Dr Laurence A Manullang. Dia mengemukakan, tidak tepat proses belajar-mengajar hanya dinilai dalam waktu tiga hari selama UN. "Ketidaklulusan akan menimbulkan frustrasi di kalangan siswa. Mereka yang tidak lulus bisa stres dan selanjutnya bisa kena stroke," katanya. (*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008