Yogyakarta (ANTARA News) - Direktur Indonesia Court Monitoring (ICM) Dr Denny Indrayana menengarai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serius dalam menangani kasus suap Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) dan belum mengarah pada orang-orang yang terlibat. "Ada keprihatinan terhadap kelanjutan penanganan kasus ini, dan KPK hanya membidik Artalyta Suryani serta kasus penyuapan Jaksa Agung Muda, sementara Sjamsul Nursalim yang disinyalir sebagai tersangka utama dibiarkan bebas," katanya di Yogyakarta, Senin. Ia menengarai tidak beraninya KPK melakukan pengusutan terhadap Sjamsul Nursalim karena obligor BLBI tersebut dilindungi pihak tertentu. Kata dia, KPK juga perlu melakukan audit institusional terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengungkap kemungkinan ada kasus suap dalam perkara lain. "Kejagung sebaiknya melakukan audit institusional dan perlu dilacak satu per satu kasus yang pernah ditangani, bukan hanya BLBI saja. Banyak kasus besar yang di SP3-kan (Surat Penghentian Penyidikan-red)," katanya. Menurut Denny, audit bukan hanya mengenai sepak terjang kinerja Kejagung, tetapi juga terkait dengan pengelolaan finansial instansi penegak hukum ini. "Pengungkapan hasil audit sangat penting, karena jika berkaca dari hasil survei `Transparancy International` 2007, lembaga kepolisian dan peradilan merupakan lembaga paling terkorup di Indonesia," katanya. Ketua Pusat Studi Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) ini juga menilai gerak atau langkah KPK hanya berani mengungkap kasus yang kecil. "KPK telah berani melakukan penyadapan telepon, melakukan sidak langsung di bea cukai, dan penyuapan anggota DPR, tetapi tidak berani mengungkap kasus biaya perkara di lembaga Mahkamah Agung (MA)," katanya. Ia mengatakan jika di tempat lain KPK berani `melabrak` langsung tanpa ada pemberitahuan, namun di MA, KPK justru seolah memberi isyarat waktu kapan akan melakukan penyelidikan. "KPK seolah mewanti-wanti, `besok atau minggu depan kami ke MA ya`. Ini menunjukkan sepertinya MA sudah diberitahu terlebih dahulu, sehingga MA telah `menghilangkan` berkas-berkasnya," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008