Jakarta (ANTARA News) - TNI menyebut terungkapnya pembajakan kapal tanker "Blue Ocean 7" merupakan bukti keterlibatan jaringan internasional dalam kejahatan penyelundupan minyak sawit mentah (CPO/crude palm oil).
"Disinyalir ada indikasi internasional dalam pembajakan tersebut," kata Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Laksamana Madya TNI Djoko Sumaryono di Jakarta, Senin.
Indikasi keterlibatan jaringan internasional dalam pembajakan kapal tanker pembawa 1.800 ton CPO itu juga ditunjukkan dari kronologi kejadian.
Kapal tanker MT Blue Ocean 7 tersebut berangkat dari pelabuhan Bonemanjing, Mamuju, Sulawesi Barat menuju Surabaya. Namun di tengah perjalanan, kapal dibelokkan ke utara menuju Tarakan, Kalimantan Timur.
"Di tengah perjalanan, kapal tersebut berubah warna dari warna biru menjadi hitam dan logo diganti dengan MT EKA. Saat di bongkar di pelabuhan Sandakan, Tarakan CPO itu sudah ada yang menampung dan membelinya," tutur Djoko.
Indikasi lain, lanjut dia, sejak keberangkatan, kapal tanker telah diikuti beberapa orang dengan menggunakan speed boat dan dengan sengaja menodongkan senjata api serta parang kepada nahkoda kapal.
Bahkan, saat memasuki dan bersandar di pelabuhan Sandakan, kapal yang telah berganti nama tersebut telah memiliki dokumen lengkap, ungkap Djoko menambahkan.
Pembajakan Motor Tanker Blue Ocean 7 yang mengangkut 1.800 ton minyak mentah kelapa sawit atau CPO pada pertengahan Mei lalu terbongkar. Tim gabungan polisi dan TNI Angkatan Laut menangkap sebelas orang yang diduga terkait pembajakan itu di Tarakan, Kalimantan Timur.
Komandan Pangkalan AL Tarakan Kolonel Laut Pelaut Hadi Susilo mengatakan, sembilan orang ditangkap pada Sabtu sore di Hotel Asia, Tarakan. Adapun dua orang lainnya ditangkap pada Minggu (22/6) siang oleh personel Kepolisian Resor Kota Tarakan.
Menurut Hadi, lima orang di antaranya adalah awak kapal, tetapi belum dipastikan apakah terlibat pembajakan. Mereka adalah Kostantien Tawa-Tawa, Erasmus Samodara, Muhammad Zaenal, Moh Hulis, dan Hairul.
Enam orang lainnya bukan awak kapal dan diduga kuat sebagai pembajak, yakni Anton Lubis, Yuri, Yoce Monjaga, Andreas, Salim, dan Jangkung. Di Tarakan, mereka diduga membagi-bagi hasil penjualan CPO di Malaysia.
"Mereka hendak ke Jakarta seusai dari Tarakan. Kami menemukan tiket pesawat atas nama mereka," kata Hadi.
Masih ada delapan orang berstatus awak kapal, tetapi kini ditahan Marine Police di Sandakan, Sabah, Malaysia Timur, yaitu Irianto Babay, Ando Malatawae, Abdul Muk`min, Suhadji Abduk, Syahidin, Reinshi Hendrik Paals, Priyo Sapta Mata, dan Merhanus Sampelan.
Hadi menyebutkan, Blue Ocean dikelola perusahaan Miki Shipping di Jakarta. Kapal itu berlayar dari Bone Manjing, Sulawesi Barat, ke Surabaya, Jawa Timur, 21 Mei lalu. Seharusnya, pelayaran ke Surabaya cuma tiga hari, tetapi kapal itu ternyata tak kunjung tiba.
"Kapal itu sempat enam jam menuju ke selatan di Selat Makassar, tetapi berubah haluan menuju utara hingga Laut China Selatan," paparnya.
Di Laut China Selatan, lambung kapal yang bercat biru diubah menjadi hitam. Nama juga diubah dari MT Blue Ocean menjadi MT Eka.
Pada 8 Juni, kapal berlabuh di Sandakan, Sabah, dan menurunkan lima awak. Seorang dari delapan awak yang ditinggal kapal di Sandakan menghubungi Miki Shipping, Kamis (19/6).
Perusahaan ini lalu menghubungi Marine Police sehingga kapal dan delapan awaknya ditahan. Nakhoda kapal bernama John Rids Wantha hingga kini belum diketahui keberadaannya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008