Bogor (ANTARA) - Organisasi masyarakat sipil, Koalisi Satu Hati mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar kembali melakukan pengadaan obat Hepatitis C, setelah ketersediaannya langka sejak memasuki tahun 2019.

"Kemenkes agar segera melakukan pengadaan obat Direct Acting Antiviral (DAA) karena kebutuhan yang sangat mendesak, dan memang sudah dianggarkan oleh pemerintah yang disetujui oleh Komisi IX DPR RI," ujar perwakilan Koalisi Satu Hati, Edo Agustian Nasution kepada Antara di Bogor, Selasa.

Menurut dia, Sejak awal Januari 2019 lalu, Sub Direktorat Hepatitis sudah mengajukan kepada Direktorat General Farmasi dan Alat Kesehatan (Farmalkes). Kemudian satu bulan lalu Koalisi Satu Hati sudah bertemu dengan Direktur General Farmalkes Kemenkes, Engko Sosialine di kantornya di Kementerian Kesehatan.

Baca juga: Dekan FKUI: Masyarakat kerap tak sadar idap hepatitis

Baca juga: Mitos dan fakta seputar hepatitis

"Menurut beliau permasalahan ada di sistem e-katalog LKPP yang belum dimutakhirkan sehingga Kemenkes tidak dapat melakukan pengadaan obat tersebut," kata Edo.

Ia menyebutkan bahwa setelah pertemuan tersebut, hingga sekarang belum ada tindak lanjut mengenai ketersediaan obat Hepatitis C, sedangkan kebutuhan obat tersebut semakin mendesak dan meningkat.

Edo menjelaskan, pihaknya bersama Ditjenpas melakukan gebrakan untuk skrining dan pengobatan Hepatitis C di tujuh Lapas dan Rutan di Jakarta. Sampai saat ini, dari 12.000 orang yang telah diskrining, dan 730 orang di antaranya membutuhkan pengobatan.

Permasalahan Hepatitis C di Indonesia menurut dia saat ini cukup menjadi perhatian banyak kalangan. Prevalensi penduduk Indonesia yang terinfeksi Hepatitis C di Indonesia menurut penelitian Kememkes terakhir adalah sekitar 1,1 persen dari total penduduk Indonesia.

"Apabila saat ini penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 270 juta orang, maka sekitar 3 juta orang yang terinfeksi penyakit ini," bebernya.

Hepatitis C sejak tahun 2012 telah dapat disembuhkan dengan mudah dan biaya yang cukup murah serta tingkat kesembuhan yang tinggi, yaitu di atas 96 persen. Obat ini dikenal dengan nama Direct Acting Antiviral atau lebih dikenal dengan nama DAA. Biaya untuk obat DAA saat ini di Indonesia sekitar Rp18 juta untuk pengobatan selama 12 minggu.

Hal ini merupakan terobosan luar biasa dari obat Hepatitis C yang tersedia sebelumnya yaitu Pegylated Interferon yang tingkat kesembuhannya di bawah 60 persen. Efek samping yang berat dan biaya yang sangat mahal untuk satu tahun pengobatan.

Sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk Pegylated Interferon sekitar Rp144 juta, itu belum termasuk biaya tes, diagnosa, dokter dan biaya-biaya lainnya seperti tes darah dan tes jenis virus.

Baca juga: Pakar: Kebersihan kantin sekolah diperhatikan cegah penyakit menular

Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019