Jakarta (ANTARA News) - Di berbagai kesempatan, Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni, sering mengemukakan isi hatinya bahwa ia rindu mendengar suara bocah membaca Al Quran usai shalat Maghrib hingga Isya, karena dalam kehidupan kota besar seperti Jakarta hal itu sudah langka. "Ketika saya masih kecil, begitu selesai shalat Magrib, di setiap rumah terdengar suara anak-anak membacara Al-Qur'an," kata Maftuh (69), mengenang masa remaja di Rembang. Kakek empat anak kelahiran Rembang, Jateng, ini mengaku gejala menurunnya kebiasaan bocah membaca Al-Qur'an usai shalat magrib ternyata bukan saja terjadi di kota besar seperti Jakarta. Nyatanya, di desa pun sekarang sudah terjadi. Di rumah, cerita mantan Dubes Kerajaan Arab Saudi dan Kesultanan Oman ini, cucunya ketika diajak membaca Al-Qur'an usai shalat Magrib tak mampu duduk berlama-lama. "Eyang kung, mau pipis dulu," kata Maftuh menirukan suara cucunya, ketika tampil dalam sosialisasi Surat Keputusan Bersama (SKB) Ahmadiyah, di Serang, Banten, belum lama ini. "Jadi, ada saja alasan untuk menghindar dari ajakan untuk membiasakan diri membaca Al-Qur'an usai shalat Magrib di rumah," kata Maftuh di hadapan para kepala kanwil Depag seluruh Indonesia. Tatkala tampil memberi sambutan pada acara peletakan batu pertama Ma`had Al-Qur'an Pondok Pesantren Darul Muzari`in Al Islamiah, Karang Bolong, Pandeglang, Banten, lagi-lagi pria lulusan Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur dan Universitas Islam Madina Saudi Arabia (1968) itu mengungkapkan rasa rindunya akan suara bocah membaca Al-Qur'an. Namun ia memahami bahwa dewasa ini begitu kuatnya pengaruh media televisi terhadap anak, yang secara tak langsung menggeser kebiasaan membaca Al-Qur'an kemudian mementingkan menyaksikan tayangan televisi. Belum lagi bentuk permainan lainnya.Tantangan Semua itu, menurut Menag, merupakan tantangan bagi para orangtua untuk memperhatikan pendidikan anak. Ia pun berharap, masyarakat Desa Karang Bolong, Pandeglang, tak terpengaruh kebiasaan warga kota. Maftuh minta warga di daerah ini agar kehidupan relegius Islami yang sudah terpelihara hendaknya dipertahankan. Dan, karena itu pula, ia mengaku tertarik mendirikan pondok pesantren di kawasan itu. Ada dua rahasia yang mendorong Maftuh tertarik membangun Pondok Pesantren dengan luas 45 ha di kawasan Karang Bolong. Pertama, kawasan di daerah ini masih "perawan", steril dari polusi udara. Kedua, jauh dari kota sehingga warganya jauh dari pengaruh buruk prilaku sebagian warga kota. Pernyataan Maftuh itu juga didukung rasa optimis Direktur Pusat Studi Islam Frankfurt, Jereman, Prof. Dr. Muhammad Hassan Hitou, yang ikut hadir di Desa Karang Bolong, Sabtu (21/6) lalu. Katanya, Ma`had Al Quran Pondok Pesantren Darul Muzari`in Al Islamiah, Karang Bolong, Pandeglang, Banten, bakal menjadi institusi terbesar di Asia Tenggara (ASEAN). Hal ini berdasarkan kajiannya selama ini, antara lain lingkungan dan masyarakatnya sangat mendukung, disamping suasana religius Islami sudah tertanam sejak lama. "Kejayaan Banten dengan Islamnya bakal kembali," kata Hassan Hitou. (*)
Copyright © ANTARA 2008