Jakarta (ANTARA News) - Minggu 15 Juni 2008 sore, dikabarkan dua kapal perang musuh berpeluru kendali telah memasuki perairan Timur Indonesia, untuk menghambat gerakan pasukan marinir TNI Angkatan Laut merebut kembali daerah yang telah diduduki musuh. Komando aksi tempur laut di KRI Fatahillah-361 segera menjalankan taktik peperangan anti kapal permukaan melalui tiga tahapan yakni pukulan pokok dan pukulan lanjutan. Mengingat kapal perang musuh tersebut adalah jenis Kapal Perusak Kawal berpeluru kendali dan sangat membahayakan, maka Komando KRI Fatahillah meningkatkan derajat kesiagaan menjadi merah untuk ancaman permukaan dan udara dan memerintahkan KRI Layang-805 dan KRI Hiu-804 untuk melaksanakan penghancuran. Kapal musuh akan dihancurkan KRI Layang-805 dengan menggunakan rudal C-802 dan torpedo SUT (Surface and Under Water Torpedo) kapal selam KRI Cakra-401 secara bersamaan hingga kapal musuh itu tenggelam. Rudal C-802 membentuk sudut 30 derajat ke udara dengan ketinggian 20 meter berkecepatan 800 kilometer per jam, saat dilesatkan dari KRI Layang-805. Saat berada di ketinggian 20 meter rudal meluncur di atas permukaan laut dan melintas mendatar, dan di ketinggian lima meter rudal menukik menuju sasaran dan menghancurkannya bersamaan dengan torpedo SUT dari kapal selam KRI Cakra-401. Dalam waktu sekitar tiga menit 12 detik, kapal perang musuh jenis kawal perusak berhasil ditenggelamkan, dan pasukan pendarat amfibi bisa tetap bergerak merebut daerah yang telah diduduki musuh. Itulah salah satu segmen dari aksi tempur laut Latihan Gabungan (Latgab) TNI 2008 di Sangatta, Kalimantan Timur yang disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso dan ketiga kepala staf angkatan. Dari sekian peluru kendali yang digunakan dalam Latgab TNI 2008 yang berlangsung 1-20 Juni 2008, rudal C-802 merupakan senjata terbaru yang kini tengah dijajal oleh TNI, khususnya TNI Angkatan Laut.Rudal Cina Rudal C-802 merupakan rudal anti kapal permukaan buatan Cina yang mulai diperkenalkan oleh produsennya China Haiying Electro-Mechanical Technology Academy (CHETA) pada 1989. Peluru kendali buatan negeri Tirai Bambu itu menggunakan tekonologi solid propellant rocket booster sebagai pendorong, dan menggunakan pemandu system inertial dan radar aktif. Peluru kendali dengan panjang 6,383 meter itu merupakan turunan dari rudal pendahulunya yakni YI-8 atau C-801. Yang berbeda dari pendahulunya, rudal Yingji-82 atau YJ-82 alias C-802 terletak pada penggunaan bahan bakar di mesin turbojet-nya. Jika C-801 menggunakan bahan bakar solid untuk mesin roketnya, maka untuk C-802 menggunakan bahan bakar dari parafin sehingga daya jelajahnya dapat ditingkatkan secara drastis dari 80 kilometer untuk C-801 menjadi 120 kilometer untuk C-802. Rudal C-802 berdimensi 715 kilogram dan diameter 36 sentimeter itu juga dikenal sebagai rudal yang memiliki kemampuan untuk menghindar dari radar musuh, karena selain dilengkapi perangkat anti-jamming yang terpasang di peralatan pemandunya, rudal ini juga mempunyai kemampuan terbang rendah pada awal diluncurkan yakni 20-30 meter dan turun menjadi 5-7 meter saat akan mendekati sasaran. Dengan hulu ledak bertekanan tinggi seberat 165 kilogram plus sistem semi-armour-piercing, cukup membuat kapal musuh berpikir dua kali untuk menghadapi rudal C-802 ini. Kelebihan lainnya, rudal ini dapat diluncurkan dari berbagai platform mulai dari kendaraat darat, kapal perang permukaan, pesawat terbang hingga kapal selam. Saat ini TNI AL telah melakukan uji coba terhadap sampel yang diberikan pihak produsen. Uji coba pertama menggunakan dua C-802 di perairan Situbondo Jawa Timur. Dan uji coba kedua dilaksanakan dalam rangkaian Latgab TNI 2008 di Sangatta, Kaltim.Pikir-pikir Meski telah terbukti kehandalannya dalam dua kali ujicoba, pemerintah belum memutuskan apakah akan membeli rudal C-802. Selain anggaran yang terbatas, juga masih banyak aspek lainnya yang harus dipertimbangkan. "Pemerintah telah menetapkan, sepanjang persenjataan dan pelengkapan serta peralatan TNI dapat diproduksi di dalam negeri, maka wajib hukumnya untuk memakai produksi dalam negeri," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, usai menyaksikan rangkaian Latgab TNI di Sangatta. Jika ada peralatan, perlengkapan dan sistem senjata yang belum dapat diproduksi di dalam negeri, baru diadakan dari luar negeri. "Itu pun dengan syarat adanya transfer teknologi dan kita tidak terpaku pada satu negara saja," ujarnya. Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen mengatakan, meski telah dilakukan uji coba sebanyak dua kali namun bukan berarti kita harus membeli produk tersebut. "Bisa saja, kita telah melakukan uji coba tetapi bukan berarti kita langsung beli. Mungkin saja saat bersamaan ada pihak lain yang menawarkan lebih baik, tidak saja dari sisi teknologi tetapi juga harga, mengapa kita tidak pilih. Bisa saja kan," tuturnya. Dari sisi harga, menurut Kepala Dinas Penerangan Mabes TNI AL Laksamana Pertama Iskandar Sitompul mengatakan, harga satu rudal Exocet bisa untuk membeli empat C-802. "Jadi cukup murah, apalagi negara kita lagi kesulitan anggaran. Tetapi semua tergantung pemerintah untuk pembelian rudal C-802 ini. TNI AL hanya mengajukan saja dengan harapan tentu diterima," katanya. Bagaimana pun sistem persenjataan yang modern dan mumpuni tidak bisa dilepaskan dari pembangunan angkatan bersenjata yang kuat, besar dan profesional. Kehadiran rudal baru C-802, bisa saja menjadi harapan untuk membangun sistem pertahanan negara yang mumpuni, terutama dalam mengamankan wilayah maritim nasional yang cukup luas. Sejak republik ini berdiri, baru tiga kali TNI melakukan latihan gabungan. Yang pertama dilaksanakan pada 1980 didaerah Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Riau (daratan dan kepulauan) di mana saat itu TNI dipimpin oleh Jenderal TNI M Jusuf. Latgab kedua dilaksanakan pada 1996 di Propinsi Timor-Timor (kini Timor Leste), Maluku Tengah dan Maluku Utara. Kala itu TNI dipimpin oleh Jenderal Feisal Tandjung dan Komandan Latgab dipegang oleh Jenderal Wiranto. Berbeda dengan satu dekade lebih silam, latgab yang bersandikan "Yudha Siaga" kini dihadapkan pada terbatasnya anggaran pertahanan yang berujung pada kesiapan operasioanal alutsista yang digunakan. Tak heran, jika pada latgab TNI 2008 sebagian besar peralatan yang digunakan sudah berusia diatas 20 tahun. Namun, karena sudah mengalami peremajaan atau retrovit atau repowering maka peralatan itu dapat digunakan dalam Latgab 2008. Kondisinya benar-benar berbeda dengan latgab pertama dan kedua. Saat itu, TNI AL baru saja mendapat tambahan kapal pemburu jenis fregat, kapal angkut personel dan tank/LST, dan sejumlah kapala perang Republlik Indonesia ditempelkan ruda Exocet dari Perancis. (*)
Oleh Oleh Rini Utami
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008