Denpasar (ANTARA News) - Umat Hindu Dharma di Bali, Sabtu (21/6) merayakan hari Tumpek Landep, persembahan suci yang ditujukan untuk semua jenis benda tajam seperti keris dan senjata pusaka.
Kegiatan ritual yang menggunakan kelengkapan sarana banten, rangkaian janur kombinasi bunga dan buah-buahan dipersembahkan untuk berbagai jenis alat produksi dan aset.
Aset yang mendapat persembahan khusus pada hari yang istimewa bagi umat Hindu itu antara lain mesin, kendaraan, sepeda motor dan berbagai alat lainnya yang terbuat dari bahan baku besi, tembaga, emas, perak maupun alat teknologi lainnya.
Upacara itu umumnya dilakukan di masing-masing rumah tangga dengan skala besar dan kecil sesuai kemampuan dari keluarga bersangkutan. Semua itu bermakna untuk memohon keselamatan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Senjata.
Kegiatan ritual berkaitan dengan tumpek landep di masing-masing keluarga maupun perusahaan dan kantor berlangsung sejak pagi hingga sore hari.
Menurut Ketua Program Studi Pemandu wisata Institut Hindu Dharma Indonesia (IHDN) Denpasar Drs I Ketut Sumadi M.Par, Tumpek Landep juga sebagai "pujawali" Siwa yang berfungsi melebur dan "memralina" (memusnahkan) dan kembali keasalnya.
Salah satu hari yang cukup diistimewakan umat Hindu itu berlangsung setiap 210 hari. Masyarakat yang berprofesi sebagai petani mempersembahkan kurban suci, sebagai ucapan terima kasih kepada alat-alat pertanian berupa canggul, sabit maupun traktor.
Semua peralatan yang terbuat dari besi dan tembaga termasuk mobil dan sepeda motor yang lalu-lalang di jalan raya pada hari Tumpek Landep itu diisi sesajen dan hiasan khusus dari janur yang disebut "cenigan", "sampian gangtung", dan "tamiang".
Semua itu merupakan wujud puji syukur orang Bali ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan pengetahuan dan kemampuan merancang teknologi canggih, hingga tercipta benda-benda yang dapat mempermudah manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Teknologi canggih menurut Ketut Sumadi harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat positif, sesuai dengan konsep hidup orang Bali yaitu "Tri Hita Karana", hubungan yang harmonis dan serasi dengan Tuhan, alam dan sesama umat manusia.
Oleh sebab itu seluruh peralatan yang dipakai umat manusia dalam mengolah isi alam, khususnya peralatan yang mengandung unsur besi, baja, emas, atau perak harus tetap dijaga kesucianya.
Dengan demikian selamanya akan dapat digunakan dengan baik tanpa merusak alam. Orang yang berprofesi sebagai petani misalnya akan merawat dan menjaga alat-alat pertaniannya dengan baik.
Sementara masyarakat yang berprofesi sebagai pembuat berbagai peralatan dari bahan baku besi, baja, emas, perak (perajin) akan memelihara dan menjaga peralatannya agar tidak disalahgunakan untuk membuat benda-benda yang membahayakan kehidupan di alam semesta ini, ujar Ketut Sumadi. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008