Pasangkayu, Sulbar (ANTARA News) - Perusahaan Astra Group, salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit dan industri minyak sawit di Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), menolak hasil panen kelapa sawit milik petani di luar mitra perusahaan tersebut."Kami menolak membeli tandan buah segar (TBS) sawit milik petani karena mereka tidak tergabung dalam kelompok tani yang menjadi mitra perusahaan ini," kata Crude Development Officer (CDO) PT. Astra Agro Lestari (kelompok Perusahaan Astra Group), Budi Sarwono, di Pasangkayu, Jumat.Ia menambahkan, masalah utama bagi Perusahaan Astra Group menolak hasil panen TBS sawit petani tersebut karena tanaman sawit yang dikembangkan petani di luar mitra perusahaan itu saat penanaman, bibitnya tidak bersumber dari Perusahaan Astra Group, sehingga pihaknya tidak bisa menjamin mutu TBS sawit petani itu."TBS sawit yang dihasilkan dari bibit yang dikembangkan petani tersebut tidak asli karena mempunyai kernel keras, sehingga dapat merusak mesin pabrik produksi minyak sawit ini," ujar Sarwono. Selain itu, lanjut dia, kapasitas mesin pabrik minyak sawit yang dimiliki Perusahaan Astra Group itu juga terbatas untuk memenuhi TBS sawit yang diproduksi petani. "Kapasitas pabrik produksi minyak sawit kami hampir mencapai beban puncak. Selama ini, mesin pabrik beroperasi selama 20 jam dalam sehari semalam, sedangkan kapasitas mesin maksimal 22 jam," ujarnya. Ia mengatakan, kapasitas produksi perushaan yang tergabung dalam Perusahaan. Astra Group, yakni PT. Surya Lestari sebanyak 40 ton TBS per jam. PT Letawa 60 ton TBS per jam, PT Pasangkayu 60 ton TBS per jam dan PT. Mamuang 60 ton TBS per jam. Sarwono mengatakan, selama ini perusahaan Astra Group telah menyalurkan dana Rp14 miliar untuk program "Income Generation Activity (IGA)" yakni pemberian pinjaman tanpa bunga kepada kelompok tani mitra perusahaan dalam bentuk bibit kelapa sawit yang telah berumur satu tahun. "Pinjaman tersebut dikembalikan petani dengan cara mencicil kepada perusahaan, setelah kelapa sawit menghasilkan. Dalam program tersebut perusahaan mengadakan perjanjian bahwa sawit yang dihasilkan petani itu dibeli perusahaan," ujarnya. Dalam beberapa tahun teakhir ini, animo masyarakat untuk mengembangkan kelapa sawit di Sulbar, khususnya di Kabupaten Mamuju Utara menjadi idola baru bagi masyarakat, bahkan banyak petani mengalihkan kebunnya dari perkebunan kakao menjadi kelapa sawit. Pemerintah Kabupaten Mamuju Utara telah menganggarkan pengadaan bibit kelapa sawit sebesar Rp1,4 miliar dalam APBD sejak tahun 2005-2007 untuk disalurkan kepada masyarakat, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, menurut Sarwono, program pengembangan kelapa sawit rakyat itu tidak pernah berkoordinasi dengan perusahaan Astra Group, sehingga dikhawatirkan menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari karena pihak perusahaan tidak akan membeli TBS sawit yang tidak diketahui sumber bibitnya. "Dua tahun ke depan, ketika tanaman kelapa sawit rakyat ini mulai berproduksi pasti akan menghadapi masalah pemasaran," ujar Sarwono.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008