Jubir DPP PSI Dini Purwono, di Jakarta, Jumat, mengatakan, ketentuan Penodaan Agama di Pasal 304 yang berbunyi "Setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V".
"Permasalahan dari Pasal ini adalah ketidakjelasan penilaian tentang 'apakah suatu perbuatan bersifat permusuhan atau penodaan agama', apabila hanya didasarkan pada perasaan beragama orang per orang, jelas ini akan menimbulkan tafsir subyektif yang melukai azas keadilan publik atau umum," kata Dini dalam siaran persnya.
PSI, lanjut dia, mensyaratkan agar pasal itu memasukkan unsur yang lebih jelas untuk memidana seseorang yang memang dengan sengaja melakukan penghasutan untuk memusuhi agama lain (incitement to hatred).
"Unsur ini lebih jelas dan terukur. PSI tidak ingin ada seseorang yang dipenjara karena komentar yang menurut orang per orang telah menyinggung agama yang lain, dan berujung di jeruji besi karena desakan massa," ujarnya.
Pada intinya, PSI menolak ada warga negara yang dipidana hanya karena tafsir subyektif yang dipaksakan oleh segelintir orang, atau bahkan oleh mayoritas terhadap minoritas.
"KUHP itu harus generalis, harus menghormati prinsip kesamaan di depan hukum. Tapi tentu KUHP juga harus memberikan hukuman bagi mereka yang sengaja menyebar kebencian bahkan menghasut untuk membenci keyakinan dan agama orang lain. Revisi KUHP yang sekarang tidak tegas dan tidak terang mengatur itu, karenanya wajib ditolak," tegas Dini.
Baca juga: Anggota DPR: RUU KUHP upayakan tidak ada "pasal karet"
Baca juga: Anggota DPR: pembahasan RUU PKS setelah pembahasan Revisi UU KUHP
Baca juga: DPR targetkan revisi KUHP selesai Juli-Agustus
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019