Memang bisa datang dari para peladang yang secara tradisional turun menurun melakukan pembakaran hutan jelang musim hujan,
Jakarta (ANTARA) - Faktor manusia masih menjadi penyebab banyaknya kebakaran hutan dan lahan gambut (karhutla) di beberapa daerah di Indonesia, menurut Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead.
"Area yang sudah atau sedang dipulihkan butuh waktu bertahun-tahun sampai anti terbakar. Sementara kalau ada yang membakar tetap bisa terjadi," ungkap Nazir dalam diskusi bersama media yang dilakukan di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Wakapolri: Penanganan Karhutla tidak hanya melakukan pemadaman
Menurut Nazir, titik api di sekitar infrastruktur pembasahan gambut (IPG) sendiri mengalami penurunan. Di area radius 0 hinga 1 kilometer dari IPG hanya terdapat sekitar 2,4 persen sedangkan pada radius 1 sampai 2 kilometer titik api berada di angka sekitar 5,6 persen.
Fakta itu, ujarnya memperlihatkan bahwa jauh lebih sedikit titik api berada di sekitar IPG dan karena itu IPG harus ditambah di lahan-lahan gambut sebagai bentuk antisipasi teknis.
Selain langkah teknis tersebut, sosialisasi kepada petani-petani untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar juga perlu semakin sering dilakukan.
Baca juga: ACT Sumsel bagikan masker ke pengendara kurangi risiko asap
Pemerintah sendiri, bisa membantu para petani yang membakar lahan untuk menambah kesuburan tanah di lahan gambut dengan memberikan solusi lain yang tidak membebani secara keuangan.
Dalam Rapat Koordinasi Khusus Tingkat Menteri yang membahas pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada Jumat, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto menyebutkan kebakaran yang bersifat alami hanya satu persen, sementara sisanya adalah perbuatan manusia.
"Memang bisa datang dari para peladang yang secara tradisional turun menurun melakukan pembakaran hutan jelang musim hujan," ungkapnya.
Namun, Wiranto juga tidak mengesampingkan ulah korporasi yang sebenarnya bisa dikurangi terutama dengan penerapan hukum yang tegas.
Baca juga: Wiranto sebut modus baru pembakaran lahan bermotif politik
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019