Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif lembaga kajian Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung meyakini sawit bisa menjadi penyokong ketersediaan energi di Tanah Air seiring dengan semakin menurunnya produksi minyak dan gas bumi.
“Bahan baku tersedia, teknologi telah kita kuasai baik di hulu maupun di hilir. Saya yakin sawit bisa menjadikan Indonesia mandiri energi,” ujarnya di Jakarta, Jumat.
Dikatakannya, Institut Teknologi Bandung (ITB) didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan PT Pertamina (Persero) telah melakukan riset yang hasilnya CPO bisa diubah menjadi green diesel, green gasoline dan green avtur.
“Bahkan green avtur yang dihasilkan bisa tahan tidak beku di suhu di bawah -120 derajat celcius. Jadi sangat aman untuk bahan bakar pesawat terbang,” katanya.
Menurut Tungkot, CPO merupakan bahan baku biodiesel paling kompetitif jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, misalnya minyak kedelai (soybean), minyak rapeseed, minyak bunga matahari (sunflower).
Hal itu, tambahnya, disebabkan tanaman kelapa sawit lebih produktif jika dibandingkan dengan kedelai, rapeseed maupun tanaman bunga matahari.
Tungkot menjelaskan sawit bisa dijadikan berbagai macam produk energi. Di mana dalam pengembangannya terbagi menjadi tiga generasi. Generasi pertama yakni CPO atau minyak inti sawit mentah (crude palm kernel oil/CPKO) bisa dibuat menjadi biodiesel, green diesel, green gasoline, green avtur, biogas dan biolistrik.
Sementara itu generasi kedua, biomassa kelapa sawit bisa diubah menjadi bioetanol dan biolistrik. “Dan pengembangan generasi ketiga yakni limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME) bisa menghasilkan biodiesel, biogas, biodiesel alga, dan biolistrik.
Sementara itu Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Gusti Hardiansyah menyatakan, sawit bisa meningkatkan elektrifikasi di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) karena provinsi tersebut merupakan penghasil sawit yang bisa dijadikan biofuel sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) maupun biomassa.
Menurut dia, pembangkit listrik biomassa ini bisa menjadi solusi untuk meningkatkan elektrifikasi, terutama di desa-desa sekitar kebun sawit.
“Biomassa dihasilkan dari tangkos, cangkang, pelepah, dan batang sawit. Kami sudah melakukan penelitian dan berhasil,” katanya
Diketahui, total luas kebun sawit di Kalbar sebanyak 1.455.182 hektare (ha) atau berada di urutan ketiga secara nasional di bawah Provinsi Riau seluas 2.430.508 ha dan Sumatera Utara (Sumut) 1.445.725 ha.
Kalbar memiliki 70 pabrik kelapa sawit (PKS) dengan total produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tiap tahunnya sekitar 3,396 juta ton, provinsi tersebut memberikan kontribusi sekitar 10 persen dari total produksi CPO nasional.
Dia mengatakan dari total produksi CPO tersebut potensi biomassa di Kalbar sangat melimpah namun belum digarap secara optimal karena belum adanya hilirisasi produk turunan.
Dari total kebun sawit di Pulau Kalimantan sebanyak 3.471.843 ha bisa menghasilkan biomassa sekitar 396 MW dan biogas sekitar 198 MW. Karena itu, Hardiansyah optimistis jika semua itu bisa dioptimalkan, maka tidak akan ada lagi desa di Kalbar yang tidak teraliri listrik.
Sementara itu Gubernur Kalbar Sutarmidji mendukung sawit sebagai energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, terutama listrik dan sarana peningkatan keahlian tenaga kerja di Kalbar.
Karena itu, dia mengajak pengusaha perkebunan kelapa sawit untuk membangun gedung lembaga sertifikasi tenaga kerja.
Baca juga: India setarakan bea masuk minyak sawit olahan RI dan Malaysia
Baca juga: UE: Perjanjian dagang Indonesia-EU CEPA tidak bahas minyak sawit
Baca juga: Sawit gerakkan ekonomi daerah, kata legislator
Pewarta: Subagyo
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019