Yogyakarta (ANTARA News) - Institusi kejaksaan harus segera `dibersihkan` dari oknum-oknum penegak hukum yang diduga melakukan pelanggaran dan penyimpangan dalam proses hukum guna mengembalikan fungsi lembaga ini sebagai salah satu pilar hukum di Indonesia. "Pascaterbongkarnya kasus dugaan suap dalam kasus BLBI melalui rekaman suara tersangka Artalyta dan Jampidsum Kiemas berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap kejaksaan, sehingga untuk memulihkannya institusi ini harus segera `dibersihkan`," kata Direktur Penelitian dan Pengembangan Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Eddy Hiariej, Rabu. Menurut dia, turunnya kepercayaan masyarakat terhadap kejaksaan sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan ini, tidak hanya terjadi di tingkat pusat (Kejaksaan Agung) tetapi juga di daerah. "Kasus mafia peradilan yang melibatkan institusi kejaksaan juga banyak terjadi di daerah, sehingga pemulihan citra lembaga ini juga harus dilakukan secara menyeluruh dari atas sampai ke bawah," katanya. Ia mengatakan, semua yang diduga terlibat harus diselidiki dengan serius dan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku, dan jika memang ada dugaan keterlibatan Jaksa Agung maka tetap harus diproses dan dituntaskan. "Rekaman pembicaraan yang diperdengarkan di persidangan tersebut selain sebagai alat bukti seharusnya juga dapat digunakan untuk mengungkap aktor-aktor yang ada di belakang kasus suap tersebut dan diusut hingga tuntas," katanya. Lebih lanjut ia mengatakan, untuk efektifitas penyelidikan seharusnya pemerintah juga membentuk tim independen untuk memeriksa jaksa-jaksa yang diduga terlibat dalam kasus suap BLBI. "Untuk tim independen, pemerintah dapat membentuk semacam Tim Penyidik Nasional, seperti dalam kasus kerusuhan Santa Crus Dili beberapa tahun lalu maupun dalam kasus pembunuhan Munir. Komisi ini diambilkan dari mantan jaksa, polisi atau hakim yang memiliki integritas tinggi dan independen," katanya. Ia menambahkan, jika penyidikan tetap dilakukan di kejaksaan maka tidak akan obyektif karena pasti masih ada ikatan korps yang kuat sehingga hasil penyidikan tidak akan optimal. "Penyidik dalam kasus suap ini harus dari luar kejaksaan, sebenarnya KPK bisa untuk mengemban tugas ini, tetapi karena dalam rekaman suara tersebut juga sempat disebut-sebut nama Ketua KPK Antasari Azhar maka ada kemungkinan penanganan oleh KPK tidak efektif," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008