"Itu hoaks," tegas Kepala BBTMC BPPT Tri Handoko Seto kepada ANTARA, Jakarta, Jumat.
Seto menuturkan tidak mungkin menciptakan hujan dengan mekanisme semikro menggunakan satu ember air tiap rumah dan ajakan ratusan ribu rumah dengan harapan akan ada jutaan meter kubik uap air.
Baca juga: Tim BPPT berjuang lakukan hujan buatan di Sumsel
Baca juga: BPPT usulkan hujan buatan dilakukan di masa transisi kemarau
Dengan asumsi 10 liter air dalam satu ember, maka hanya ada ribuan meter kubik air yang terkumpul dengan ajakan ratusan ribu rumah. Dengan begitu, untuk mendapatkan jutaan meter kubik air, perlu ratusan juta ember. Itu pun jika semua air yang ditempatkan di ember menguap semua, jadi tidak benar menciptakan hujan dengan mekanisme sesederhana itu.
Seto mengatakan banyak persyaratan untuk membentuk awan hujan selain penguapan yang sangat banyak, juga diperlukan pola angin yang mengarahkan uap air agar terjadi kondensasi di suatu daerah. Namun, pola angin tersebut dapat berubah-ubah dan mengakibatkan uap air tertarik entah ke arah tertentu.
Menurut Seto, yang perlu dilakukan adalah tidak membakar hutan dan lahan di musim kemarau agar tidak memperburuk kondisi lingkungan. "Jangan pernah sekalipun membakar hutan dan lahan di musim kemarau. Kalau lihat api segera dipadamkan," kata Seto.
Saat ini beredar berita hoaks melalui media sosial sebagai berikut. "Sediakan baskom air yang dicampur garam dan letakkan di luar rumah, biarkan menguap, jam penguapan air yang baik sekitar pukul 11.00 sampai dengan 13.00 WIB, dengan makin banyak uap air di udara semakin mempercepat kondensasi menjadi butir air pada suhu yang makin dingin di udara. Dengan cara sederhana ini diharapkan hujan makin cepat turun. Semakin banyak warga yang melakukan ini di masing-masing rumah, ratusan ribu rumah maka akan menciptakan jutaan kubik uap air di udara. Lakukan ini satu rumah cukup 1 ember air garam, Sabtu pukul 10.00 serempak.. Mari kita sama-sama berusaha untuk menghadapi kemarau kian parah ini."
Baca juga: BPPT tingkatkan koordinasi posko penanggulangan kekeringan di Halim
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019