Palembang (ANTARA) - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan mendata terjadi peningkatan titik panas (hotspot) di lahan perusahaan atau pemegang lahan konsesi korporasi perkebunan, tambang, dan hutan tanaman industri.
"Titik panas berpotensi menjadi titik api atau kebakaran hutan dan lahan di wilayah konsesi korporasi cenderung meningkat, bahkan pada awal September 2019 ini kebakaran lahan gambut kembali memuncak yang memerlukan penanganan serius," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel M Hairul Sobri, di Palembang, Jumat.
Peningkatan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) akhir-akhir ini disebabkan oleh faktor musim kemarau yang masih panjang dan rusaknya kawasan gambut dampak pemberian izin konsesi skala besar.
Baca juga: Kebakaran hutan berlanjut, Walhi minta restorasi gambut dievaluasi
Baca juga: Koalisi organisasi lingkungan hidup ajukan permohonan keberatan ke MA
Berdasarkan data yang diolah Walhi Sumsel dari citra satelit terdapat peningkatan 'hotspot' signifikan dalam wilayah izin konsesi korporasi dari bulan Juli 2019.
Pada Juli tercatat 42 titik panas/hospot, kemudian Agustus naik dengan cepat menjadi 203 hotspot, lebih parahnya lagi pada pekan pertama September 2019 mencapai angka yang begitu besar yakni 117 hotspot.
Tiitik panas itu menyebar hampir di seluruh lokasi konsesi korporasi namun terbanyak berada di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Penukal Abab Lematang Ilir (Pali), dan Kabupaten Muaraenim.
Melihat fakta tersebut, pihaknya meminta perusahaan menjaga lahannya dari kebakaran dan aparat penegak hukum serta instansi berwenang melakukan penindakan tegas terhadap perusahaan yang lalai menjaga lahannya dari kebakaran yang kini menyebabkan bencana kabut asap di wilayah Sumsel dan sekitarnya.
"Penindakan tegas terhadap korporasi penjahat lingkungan perlu dilakukan sehingga dapat memberikan peringatan bagi pemegang lahan konsesi untuk melakukan pencegahan kebakaran lahan pada musim kemarau berikutnya," ujar Sobri.
Sementara sebelumnya Kapolda Sumsel Irjen Pol Firli menegaskan untuk mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau sekarang ini akan mengutamakan dua cara yakni meningkatkan pencegahan dan penegakan hukum.
"Tindakan pencegahan dan penegakan hukum secara struktural dan formal menggerakkan semua pihak terkait dan masyarakat lebih diutamakan dalam mengatasi masalah tersebut," ujar kapolda.
Tindakan pencegahan dilakukan dengan mendorong masyarakat menjaga lingkungan sekitar agar tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Sedangkan penegakan hukum diperlukan untuk memberikan efek jera kepada masyarakat, pemilik perusahaan perkebunan atau siapapun yang terbukti dengan sengaja mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan bencana kabut asap, kata Irjen Firli.
Baca juga: Walhi Sumsel: Banyak hotspot di lokasi konsesi korporasi
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019