Jakarta, 17/6 (ANTARA News) - Ketika tampil dalam laga hidup mati melawan Prancis, pelatih Italia Roberto Donadoni tidak ingin mencitrakan diri sebagai sosok yang sekedar tampil sebagai macan kertas. Ia lebih memilih tiga kata, yakni, bukti, bukti, dan bukti di lapangan. Ada pengorbanan, ada hasil, lain dari itu mimpi di siang bolong.Bermodal kepercayaan diri sebagai juara dunia, Italia menjajal Prancis dalam laga Piala Eropa 2008 yang digelar di Stadion Letzigrund, Zurich pada Rabu dinihari (18/6).Kedua tim saling berebut tiket perempatfinal. "Kami siap, ini laga terakhir. Kami tahu maknanya, karena itu kami curahkan hati dan jiwa untuk memenangai pertandingan yang menentukan ini."Pemenang dari laga itu akan meraih tiket ke perempatfinal, asalkan Belanda mengalahkah Rumania dalam pertandingan di grup C pada Selasa waktu setempat atauRabu dinihari. Dan Donadoni menyadari bahwa "Gli Azzuri" tengah berada di atas angin, karena Piala Dunia 2006 di Jerman merupakan gelar Piala Dunia yang keempat bagi Italia sepanjang perjalanan sejarah. Sebelumnya Italia sukses pada tahun 1934, 1938, dan 1982.Donadoni menyadari bahwa ada dusta dalam statistik, karena rentetan rekor tidak bermakna, karena "hari penghakiman" dalam bola, justru ada dalam laga. Meski Italia telah lebih dulu menelan duka dengan kalah 0-3 atas Belanda pada Senin (9/6) di Berne. "Statistik tidak langsung dapat dipercaya, dan tidak selalu penting juga."Ini ajang pembuktian bagi Donadoni, paling tidak kejelian menempatkan pemain, salah satunya memberi kepercayaan kepada pemain Udinese Antonio Di Natale dan bintang Juventus Allesandro Del Piero yang telah membuktikan diri sebagai striker yang siap merepotkan barisan belakang Prancis.Di sini dan sekarang (hic et nunc) tampil sebagai rahasia waktu dalam bola. Sebaliknya, mentalitas macan kertas sekedar menjanjikan, apa yang belum terjadi, baru akan terjadi."Cassano mengingatkan saya saat masih menjadi pemain, meski ia tampil lebih di lini depan, sementara saya mengemban tanggungjawab lainnya dalam tim. Ia tidak mudah kehilangan bola, yang langsung menyeret perhatian kepada salah satu hal penting dalam sepakbola modern," katanya.Sebagai mantan pemain, Donadoni paham akan perjalanan waktu dari pakem sepakbola yang terus berkembang. Ia ingin lepas dari sekedar tampil sebagai macan kertas, kemudian menggenggam kekinian.Prancis dan Italia telah bertemu sebanyak 35 kali. Italia memenangi 17 laga, Prancis menyabet delapan laga. Keduanya bersua dalam final Piala Eropa 2000 yang dimenangi oleh Prancis dengan skor 2-1. David Trezeguet mencetak "golden goal". Waktu itu Lilian Thuram, Patrick Vieira, Thierry Henry dan Alessandro Del Piero memperkuat negaranya masing-masing.Kedua tim bertemu di final Piala Dunia 2006. Sesudah bermain imbang 1-1, Dewi Fortuna lebih berpihak kepada Italia, ketimbang Prancis. Pasukan Gli Azzuri berjaya lewat adu penalti. Dua bulan kemudian, Prancis dan Italia bertemu dalam babak penyisihan Piala Eropa 2008. Prancis menang 3-1 lewat dua gol yang disarangkan oleh Sidney Govou dan satu gol oleh Thierry Henry. Setahun kemudian, keduanya bermain imbang 0-0.Laga ini seakan memanggungkan reuni dari sejumlah pemain kedua negara, yakni Sagnol, Ribery versus Toni (Bayern Munich, Jerman); Abidal, Thuram, Henry versus Zambrotta (FC Barcelona, Spain); Vieira versus Materazzi (Internazionale, Italy); Coupet, Boumsong, Clerc, Govou, Toulalan, Benzema versus Grosso (Olympique Lyon, Prancis). Mereka tidak ingin jadi sekedar macan kertas di klubnya masing-masing.Tinggal sekarang menanti datangnya curahan inspirasi dari laga yang akan segera dimainkan. "Aspek inspirasi seperti ini yang terkadang sedikit menjengkelkan," kata Donadoni yang menempati posisi gelandang saat mengenakan kostum timnas Italia.Ia paham betul bahwa fans Italia diselimuti paranoid akan Belanda. Padahal, baik Donadoni maupun pelatih Belanda Marco van Basten pernah sama-sama tampil bareng di AC Milan pada 1980-an dan 1990-an. Keduanya sama-sama pernah dijuluki macan lapangan, bukan macan kertas.Namun, pelatih Prancis Raymond Domenech kemungkinan mengganti bek Lilian Thuram dan Willy Sagnol, yang tampil buruk saat kalah 1-4 dari Belanda. Lassana Diarra atau Francois Clerc bisa menempati posisi itu. Sagnol sebagai bek kanan sementara Eric Abidal agaknya menggantikan Thuram. Kapten Patrick Vieira, yang absen pada dua laga awal karena cedera paha, bisa menggantikan Jeremy Toulalan. Prancis harus menang untuk lolos dan Domenech bisa jadi mengganti pola 4-2-3-1 menjadi 4-4-2, dengan Karim Benzema bertandem bersama dengan Thierry Henry di lini depan. Sementara, Donadoni akan mempertahankan tim yang imbang 1-1 dengan Rumania setelah melakukan lima perubahan setelah ditekuk Belanda 0-3 pada pertandingan pertama.Baik Donadoni maupun Domenech sama-sama tidak ingin menyandang predikat sebagai macan kertas. Keduanya ingin memberi bukti, karena bola bukan sebatas "kebahagiaan palsu" yang kerap diusung oleh masyarakat modern. Orang-orang modern menganggap kebangsawanan, uang, reputasi dan kekuasaan sebagai obyek konkret yang sungguh ada, karenanya perlu dikejar dan dimiliki. Padahal obyek-obyek itu adalah sesuatu yang abstrak dan yang khayali, yang justru mendera orang-orang modern. Masyarakat modern tampil sebagai korban dari ideologi macan kertas. Dan bola mengajarkan kepada masyarakat untuk merevolusi diri agar tidak terus jadi bulan-bulanan kredo macan kertas.Suka dan duka ada dalam bola. "Sesudah menderita kekalahan dari Belanda, kami seakan bangkit, demi menegakkan kebanggan," kata penjaga gawang Italia Gianluigi Buffon. Paling tidak ia tampil bukan sebatas macan kertas, karena mampu menahan tendangan penalti yang diambil oleh pemain Rumania Adrian Mutu. Bola adalah kerja kebangkitan dari kekalahan."Gelar piala dunia buka jaminan juga. Jika kami lolos sampai perempatfinal, itu berkat kerja keras dan kesungguhan kami. Karena itu, normal saja bila kami merasa dalam tekanan. Ini alasannya kami memperoleh bayaran," katanya.Kalau bola menjanjikan uang, maka orang-orang modern yang tertipu untuk memburu obyek-obyek abstrak yang seakan-akan konkret, bagaikan tokoh Don Quixote yangmenaklukkan raksasa padahal yang ada hanyalah kincir angin. Penulis Cervantes menggambarkan Don Quiqote sebagai satu-satunya tokoh yang "abnormal".Dan sepakbola menyimpan hal yang abnormal. Jauh dari hitung-hitungan statistik. Bersiaplah untuk menerima hal yang abnormal ketika menyaksikan laga Italia melawan Prancis. (*)

Pewarta: A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008