Yang ngomong asbun (asal bunyi) sajaJakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menjawab tudingan banyak pihak yang kerap menyebutnya sebagai agen China karena selalu menghubung-hubungkan investasi di Indonesia dengan "Negeri Tirai Bambu" itu.
"Orang bilang, Luhut ini agen China. Ada lagi yang bilang saya Dubes Kehormatan China. Yang ngomong asbun (asal bunyi) saja," katanya dalam Diskusi Indonesia Menuju 5 Besar Dunia: Jejak Langkah Tim Ekonomi 2014-2019 di Jakarta, Kamis.
Menurut Luhut, Indonesia memiliki empat syarat khusus untuk investasi yang masuk ke dalam negeri, sehingga tidak sembarang menarik investasi asing masuk, termasuk yang berasal dari China.
Keempat syarat itu yakni teknologi yang ramah lingkungan, melakukan transfer teknologi, mendidik tenaga kerja lokal, serta memberikan nilai tambah bagi industri.
"Orang selalu kritik saya semua China, semua China. Enggak. Kita punya rule of thumb untuk investasi. Siapa saja mau dari bulan, dari mana, sepanjang teknologi yang dia bawa ramah lingkungan, first class, dan mendidik tenaga kerja lokal, silakan," ujar Luhut.
Luhut menegaskan teknologi transfer juga harus dilakukan melalui investasi. Demikian pula nilai tambah bagi industri yang diharapkan dari investasi.
"Buat kita kan yang penting national interest kita. Buat saya pribadi, saya bilang ke Presiden, 'Pak kita kan bicara national interest, sepanjang national interest kita bisa amankan, peduli amat dari mana pun (investasi)'. Ya kalau orang mau tembak saya biar saja. Saya hanya ingin mengabdi, membuat republik ini lebih bagus lagi," kata Luhut.
Luhut pun menegaskan hingga saat ini Indonesia dan China masih melakukan kerja sama bisnis secara "B to B" (Business to Business) tanpa ada campur tangan pemerintah masing-masing. Dengan demikian, rasio utang negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional masih bisa terjaga di bawah 30 persen.
Baca juga: Setelah nikel, pemerintah kaji percepatan larangan ekspor mineral lain
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019