Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), akan membeli tikus yang ditangkap warga senilai Rp500 per buntut/ekor sebagai upaya meningkatkan semangat memberantas hama tanaman pertanian ini.
"Setiap satu ekor kami hargai Rp500, dan warga masyarakat yang berhasil menangkap tikus berapa pun jumlahnya akan kami beli," kata Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman, Slamet Riyadi Martoyo, di Yogyakarta, Senin.
Ia mengatakan, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan pabrik gula dan spiritus PT Madukismo untuk mendatangkan mesin pengolah tikus menjadi makanan ternak.
"Karena itu, dibutuhkan tikus dalam jumlah banyak dan kemudian diolah dengan mesin tersebut untuk menjadi makanan ternak," katanya.
Menurut dia, salah satu upaya membasmi hama tikus adalah dengan memberi nilai ekonomi pada tikus dengan cara dibeli, sehingga masyarakat akan tergerak dan bersemangat menangkap tikus untuk dijual.
"Seperti halnya ular, banyak dicari atau diburu warga masyarakat karena bisa dijual. Kalau tikus memiliki nilai ekonomi, masyarakat tentu akan memburunya," katanya.
Riyadi Martoyo mengatakan, hama tikus kembali menyerang tanaman pertanian khususnya padi di wilayah Kabupaten Sleman terutama bagian barat sehingga menyebabkan petani gagal panen.
"Serangan hama tikus kembali meningkat selain akibat pola tanam yang terus-menerus menanam padi, sehingga membuka peluang perkembangbiakkan tikus tidak pernah putus, juga karena semakin sedikitnya binatang predator pemangsa tikus," katanya.
Kata dia, ada kecenderungan petani lebih suka menanam padi secara terus-menerus, sehingga tanpa disadari oleh petani ketersediaan makanan tikus berupa padi selalu tercukupi. "Kondisi itu mendorong tikus terus berkembang biak tanpa henti," katanya.
Untuk memutus mata-rantai perkembangbiakkan tikus, menurut Riyadi Martono petani bisa menerapkan pola tanam padi-palawija-padi, atau palawija-padi-palawija. "Dengan cara selang-seling seperti itu ketersediaan makanan kesukaan tikus akan terputus," katanya.
Ia mengatakan, saat ini pun binatang predator pemangsa tikus yaitu ular banyak diburu dan ditangkap warga masyarakat, sehingga jumlah ular terus berkurang.
"Akibatnya, populasi ular sebagai predator tidak seimbang dengan populasi tikus yang terus meningkat," katanya.
Terkait dengan upaya memberantas tikus, kata dia sampai sekarang masih ada kendala dari sikap masyarakat yang merasa bangga jika berhasil menangkap ular apalagi jenis python yang juga termasuk pemangsa tikus, tetapi tidak merasa bangga jika menangkap tikus.
"Saya heran, setiap kali ada warga masyarakat yang berhasil menangkap ular terutama jenis python berukuran besar justru dimuat di media massa dan menjadi kebanggaan. Padahal sebenarnya ini merugikan petani, karena ular itu pemangsa tikus," katanya.
Bahkan, ia menambahkan, ada kecenderungan warga masyarakat lain kini ikut-ikutan menangkap ular, karena bisa dijual bernilai cukup tinggi. (*)
Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008