Jakarta (ANTARA) - Praktisi yang merupakan pengelola Ekowisata Bird Watching Alex Waisimon mendorong pemerintah untuk mendukung berkembangnya ekowisata yang berwawasan lingkungan dan berpegang pada karakter budaya lokal sebagai upaya menjaga hutan dari kerusakan, khususnya di Papua.

"Saya katakan sangat penting ketika ekowisata tumbuh di tanah Papua. Jadi kita bisa melindungi hutan," katanya dalam acara Mari Cerita Papua (MaCe) Papua bertajuk "Cendrawasih: Ekoturisme dan Perlindungan Hutan Papua" yang diadakan di Kuningan, Jakarta, Rabu.

Baca juga: "Coastal clean up" ekowisata mangrove Muaragembong Bekasi

Ia mengatakan melalui ekowisata, masyarakat dapat melakukan berbagai kegiatan wisata tanpa merusak hutan. Ekowisata juga memiliki pengaruh besar bagi kehidupan masyarakat adat setempat dan terhadap perekonomian mereka.

"Karena banyak yang diuntungkan. Yang diuntungkan yang punya toko penjualan buah, sayur-sayuran, pertokoan dan banyak lagi," katanya.

Menurut Alex, pemerintah saat ini juga perlu lebih mendorong ekowisata yang sesuai dengan karakter budaya suatu daerah.

Pemerintah bisa mendorong kegiatan wisata yang mampu memberdayakan karakter sosial, budaya dan ekonomi masyarakat setempat dibandingkan mengembangkan perkebunan kelapa sawit di sana.

Baca juga: UB Forest berencana kembangkan kawasan hutan untuk wisata edukasi

"Saya pikir kelapa sawit tidak menguntungkan bagi masyarakat asli Papua karena mereka tidak bisa mengelolanya. Diajarin tanam padi juga tidak bisa. Jadi beda karakteristiknya," ujar dia.

"Pemerintah harus dorong itu dengan serius sehingga negara bisa lebih maju dan tidak hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu," ujar dia.

Salah satu yang dikembangkan Alex dalam pelestarian hutan melalui ekowisata adalah bird watching, mengamati beragam jenis burung yang merupakan burung khas di Papua. Sistem ekowisata bird watching yang ia kembangkan melibatkan 16 suku di wilayah seluas sekitar 19 ribu hektare yang akan dijadikan hutan konservasi.

Kegiatan ekowisata lain yang ia kembangkan di antaranya pendakian, kayak dan juga pengamatan pohon langka. "Ada banyak pohon-pohon langka yang usianya 600-700 tahun di dalam."

Baca juga: Kabupaten Banyuasin miliki pulau mirip seperti di Raja Ampat

Pewarta: Katriana
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2019