Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar AS, Senin pagi, turun dua poin menjadi Rp9.318/9.326 per dolar AS dibandingkan dengan penutupan akhir pekan lalu Rp9.316/9.320, menyusul aksi beli dolar pelaku pasar, sekalipun dalam jumlah yang kecil. "Para pelaku pasar membeli dolar AS, setelah negara-negara industri maju yang tergabung dalam Kelompok Delapan (G8) yang semula akan membahas melemahnya dolar AS akhirnya tidak jadi," kata pengamat pasar uang Edwin Sinaga, di Jakarta, Senin. Dikatakannya, aksi beli pelaku pasar terhadap dolar AS relatif kecil, karena mata uang asing itu ketika pasar dibuka sempat melemah, namun kemudian kembali menguat. Karena itu, rupiah agak tertekan setelah terjadi spekulasi beli dolar AS di pasar, ujarnya. Menurut dia, kondisi pasar seperti ini diperkirakan akan masih berlanjut sampai sore nanti, kecuali ada isu positif yang bisa mendorong rupiah menguat. Selain itu, masuknya Bank Indonesia (BI) ke pasar melakukan intervensi akan memicu rupiah bergerak naik, ucapnya. Apalagi, lanjut dia, BI menginginkan nilai tukar rupiah berada di bawah angka Rp9.300 per dolar AS, karena melihat peluang ke arah sana cukup besar. Kecilnya koreksi harga terhadap rupiah juga didukung oleh menguat pasar saham regional seperti indek Nikkei Jepang sebesar 1,2 persen, katanya. Indonesia, menurut dia, merupakan pasar yang masih menarik, selain selisih tingkat bunga rupiah terhadap dolar AS yang cukup besar, investor asing juga masih aktif bermain di pasar, dan masuknya investor dari Timur Tengah makin meramaikan pasar domestik. "Kami optimis ekonomi Indonesia akan tumbuh dengan baik hanya menunggu moment terjadinya pertumbuhan itu," katanya. Sementara itu, euro terhadap dolar AS menguat menjadi 1,5436 dan dolar AS terhadap yen naik menjadi 108,27. Dolar AS menguat terhadap yen, karena para pelaku pasar asing berspekulasi membeli mata uang asing itu, setelah negara industri maju gagal membahas melemah dolar AS. Bahkan Menkeu AS sendiri mendukung penguatan dolar AS di pasar global, ucapnya. (*)

Copyright © ANTARA 2008