Denpasar (ANTARA News) - Indonesia yang kerap menyebut dirinya sebagai bangsa yang beradab masih harus dipertanyakan. Masalahnya, tidak sedikit di negeri katulistiwa ini muncul kasus yang kontra atas keberadaban, mulai dari konflik kekerasan dan pertumpahan darah sampai ke kasus korupsi yang begitu meraja lela, kata Parni Hadi, jurnalis yang juga cendikiawan asal Jakarta, di Denpasar, Minggu. Ketika tampil sebagai pemakalah pada Kongres Kebubayaan Bali, Parni yang juga Direktur Utama RRI itu menyebutkan, masih kerapnya muncul aksi kekerasan, perbuatan korupsi, suap dan bentuk pelanggaran yang lain, merupakan bukti nyata dari suatu tindakan yang tidak layak disebut beradab, melainkan biadab. "Kebiadaban itu tampak jelas ketika bangsa ini tengah memperingati hari lahirnya Pancasila sebagai dasar negara pada 1 Juni lalu, malah ujungnya diwarnai dengan aksi kekerasan," ujarnya menandaskan. Tidak hanya itu, lanjut dia, munculnya sejumlah kasus berdarah atas nama agama di Poso dan beberapa daerah lain, membuktikan bahwa Indonesia belum mampu memenuhi "kriteria" sebagai bangsa beradab. Menurut dia, bangsa yang beradab adalah kawasan yang masyarakatnya memiliki kemurahan hati, sopan santun dan taat pada ajaran kebenaran (dharma) atau agama, serta ingin mencapai kemajuan untuk kemakmuran seluruh umat. Padahal, kata Parni yang juga mantan Pemimpin Umum LKBN ANTARA itu, sikap penuh kejujuran, sopan santun untuk meraih kemakmuran, cukup banyak terdapat pada model kearifan lokal di sejumlah daerah. Melihat itu, Parni mengajak masyarakat mampu mengangkat kearifan lokal menjadi kearifan nasional bahkan dunia menuju bangsa yang betul-betul beradab di masa mendatang. Selain pemakalah dari sejumlah daerah, kongres tiga hari itu juga menampilkan pembicara yang budayawan asal Australia, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, India serta perwakilan dari UNESCO.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008