Jakarta (ANTARA) - Dewan Pers mengharapkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP dipertimbangkan ulang sebelum disahkan menjadi Undang-undang.
Untuk itu, Dewan Pers menyetujui usulan asosiasi pers nasional agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menandatangani Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan melegalkannya sebagai Undang-Undang (UU).
Itu karena RKUHP masih memiliki sejumlah pasal yang berdampak pada perlindungan kemerdekaan pers di Indonesia.
"Pada intinya, Dewan Pers setuju dan mendukung keberatan-keberatan dari teman-teman asosiasi pers bahwa RKHUP memiliki pasal-pasal yang berdampak pada kelembagaan perlindungan pers kita," ujar Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga Dewan Pers, Agus Sudibyo, di gedung Dewan Pers Jakarta, Rabu.
Baca juga: Ketum AJI rasakan deja vu saat bahas RKHUP
Baca juga: Pencemaran nama baik didorong masuk ranah perdata
Agus mengatakan Dewan Pers juga menolak segala upaya penindakan perkara pers ditangani dengan Undang-Undang (UU) selain UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dan UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002.
"Kami menolak setiap upaya penindakan perkara pers dengan UU lain, selain UU Pers. Dan kalau penyiaran, memakai UU Penyiaran," ujar dia.
Agus menilai bahwa penindakan pers sebenarnya berhubungan dengan etika dan kepentingan publik yang keduanya sudah diatur di dalam Undang-Undang Pers.
Ia menolak anggapan jika pers kebal dengan hukum karena segala tindakan pers sebenarnya sudah dibatasi dengan aturan hukum yang jelas dan berlaku sejak tahun 1999 itu.
"Aturan-aturan yang mengikat perilaku jurnalistik atau produk jurnalistik itu banyak sekali. Jadi, pers itu bukan pihak yang kebal hukum dan dapat bertindak sebebas-bebasnya," kata Agus.
Baca juga: DPR didesak tunda pengesahan Rancangan KUHP
Baca juga: AJI dan LBH Pers desak pasal penghinaan pengadilan RKUHP dicabut
Siang tadi, sejumlah asosiasi pers menggelar diskusi publik yang bertemakan "Ancaman RKUHP terhadap kebebasan pers" di gedung Dewan Pers Jakarta.
Adapun asosiasi pers yang hadir diantaranya dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Lembaga Pers Dokter Soetomo (LPDS, Serikat Perusahaan Pers (SPS, dan Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers).
Asosiasi pers tersebut menolak RKHUP ditandatangani oleh Presiden Jokowi untuk disahkan sebagai Undang-Undang
Mereka juga meminta Panitia Kerja (Panja) RKHUP dari Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak memaksakan diri untuk mengesahkan RKHUP akhir bulan ini sebab sejumlah pasal bermasalah masih terdapat di dalamnya.
Baca juga: Pasal penghinaan presiden muncul lagi di RKUHP dipertanyakan
Baca juga: Komnas HAM keberatan tindak pidana khusus masuk RKUHP
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019