Jakarta (ANTARANews) - Bupati Jayapura Mathius Awoitauw mengapresiasi para pemuda dan ondoafi Hobong yang mendirikan sekolah adat, yang diresmikan pada Jumat 4 Agustus 2017. Ia berharap, sekolah adat tidak hanya di Hobong, tapi juga bisa dibuka di semua wilayah adat di Kabupaten Jayapura. Ini harus menjadi gerakan bersama di tiap wilayah adat.


Kurikulum sekolah adat menggunakan bahasa daerah, bukan bahasa Indonesia, agar bahasa ibu tetap terpelihara.


Karena itu, melalui visi dan misi Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw yang mendeklarasikan kebangkitan masyarakat adat dan pembentukan kampung-kampung adat untuk membangun jati diri masyarakat Kabupaten Jayapura, itu menjadi peluang bagi masyarakat Hobong mendirikan sekolah adat.


“Sekolah ini kami buka untuk mendidik anak-anak muda kita supaya mereka membentuk jati diri mereka di masa depan. Memang ada banyak tantangan yang selama ini kami hadapi, namun dari sisi budaya semua itu ada seninya”, jelas Orgenes Monim.


“Sanggar-sanggar seni juga mulai muncul di kampung-kampung untuk mendidik generasi muda kita. Sehingga adat-istiadat terus dijaga dan dipertahankan dari masa ke masa. Kami pemerintah tetap memberikan dukungan terhadap upaya yang dilakukan oleh masyarakat secara mandiri”, ujar Mathius Awoitauw saat meresmikan sekolah adat di Hobong.


Peresmian sekolah adat Hobong dihadiri dua kepala daerah, yakni Bupati Jayapura dan Bupati Minahasa Selatan Christiany Eugenia Paruntu.


Christiany Eugenia Paruntu memuji sekolah adat yang digagas dan dikembangkan oleh Bupati Jayapura Mathius Awoitauw. “Saya langsung melihat sekolah adat di Kabupaten Jayapura. Ini merupakan satu contoh yang baik untuk kita terapkan juga di kampung-kampung di Minahasa Selatan”.


Christiany menilai Kabupaten Jayapura merupakan salah satu daerah di Indonesia yang peduli untuk mengembangkan adat-istiadatnya. Hal ini harus tetap dipertahankan dan terus dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Jayapura.


“Sebab ini merupakan satu-satunya di dunia yang saya lihat masih mempertahankan adat-istiadatnya yang sangat asli. Sekolah adat ini sangat menginspirasi saya untuk ke depan akan mengembangkan adat-istiadat di wilayah Minahasa Selatan. Kami ingin budaya lokal kami segera dilestarikan”, ujar Bupati Minahasa Selatan, Christiany Eugenia Paruntu.


Sekolah adat Hobong didirikan berdasarkan UUD 1945 Pasal 31 dan 32. UU RI Nomor 20 Tahun 2003 dan UU RI Nomor 11 Tahun 2010 serta Perda Kabupaten Jayapura Nomor 8 Tahun 2016 tentang Kampung Adat.


Sebanyak 37 siswa usia remaja telah terdaftar di sekolah adat pertama di Kabupaten Jayapura. Kurikulum dan mata pelajaran berbahasa Sentani juga sudah disipakan. Mata pelajaran yang nanti diajarkan berupa PKN, pariwisata, dasar-dasar melukis, bahasa Sentani, adat-istiadat, ceritera rakyat, benda budaya, kuliner, menyanyi, menari, seni pahat dan kerajinan tangan.


Sementara program ketrampilan berupa wawasan nasional, industri pariwisata, dasar-dasar melukis, kosa kata dan pemaknaan bahasa Sentani. Karena ada klasifikasi dalam penggunaan bahasa Sentani. Misalnya bahasa yang dipakai untuk anak-anak beda dengan orang dewasa, juga beda dengan yang dipakai bicara dengan ondoafi.


Tenaga pengajarnya adalah para tokoh-tokoh adat, seniman, budayawan, guru atau pengajar pendidikan formal dengan level pendidikan strata satu. Sarana dan prasarana yang tersedia berupa ruang belajar, pahat ukir, alat tarian, alat musik, alat lukis, dan alat meubeler.


Sasaran sekolah adat adalah generasi muda dengan umur sekolah dasar, SLTP, SLTA dan mahasiswa di Kabupaten Jayapura, dengan masa pendidikan selama dua semester.


Peresmian sekolah adat Hobong dihadiri bupati dan ketua DPRD Kabupaten Minahasa Selatan bersama rombongan, perwakilan sembilan Dewan Adat Suku, mantan Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Pdt. Alberth Yoku dan beberapa tokoh masyarakat Sentani. “Mari kita lestarikan budaya kita untuk masa depan anak cucu kita”, ajak Orgenes Monim. (ADV)

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2019