Amman (ANTARA News) - Perdana Menteri (PM) Irak, Nuri al-Maliki, dalam kunjungan ke Amman, Jumat, mengatakan bahwa pembicaraan dengan AS mengenai perjanjian keamanan jangka-panjang telah macet. "Kami telah mencapai kebuntuan, karena ketika kami membuka pembicaraan ini kami tidak menyadari bahwa permintaan AS akan mempengaruhi dengan sangat dalam kedaulatan Irak dan ini sesuatu yang kami tidak dapat terima," katanya kepada para redaktur surat kabar Jordania, menurut seorang wartawan yang hadir pada pertemuan itu. "Kami tidak dapat membolehkan pasukan AS memiliki hak untuk memenjarakan warga Irak atau mengambil, sendiri, tanggungjawab perang melawan terorisme," ujarnya. Ada kecaman keras di Irak dan di tetangganya Iran mengenai pembicaraan bagi perjanjian untuk mencakup kehadiran militer asing di Irak ketika mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) habis berlakukan akhir tahun ini. Presiden AS, George W. Bush, dan Maliki telah setuju pada prinsipnya November lalu untuk menandatangani Perjanjian Status Kekuatan (SOFA) akhir Juli. Bush mengatakan Rabu ia mengakui ada perselisihan dengan Baghdad tapi menekankan bahwa kedua negara itu akan mengatasi rintangan yang tak terduga itu. "Saya pikir kami akan mengakhiri dengan perjanjian strategis dengan Irak. Ada bermacam kegaduhan dalam sistim mereka dan sistim kami," ia mengatakan dalam kunjungan ke Jerman. Pada Februari, Bush mengatakan AS akan mengusahakan kehadiran militer di Irak selama "beberapa tahun" tapi berjanji bahwa Washington tidak akan mendirikan pangkalan tetap. Pemerintah Bush telah mengatakan perjanjian dengan Irak akan sama dengan lebih dari 80 perjanjian yang Washington miliki dengan negara lainnya di seluruh dunia yang menentukan jangkauan operasi AS dan memberikan perlindungan pada tentaranya. Pemerintah Irak telah mengatakan pada 3 Juni bahwa mereka memiliki "visi yang berbeda" dengan Washington mengenai pengerahan tentara Amerika di negara itu melewati tahun 2008 dan berjanji untuk tidak akan mengkompromikan kedauatan nasional. Lebih dari lima tahun setelah serangan Maret 2003 di Irak, masih ada sekitar 150.000 tentara AS di negara yang dirusak-perang itu. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008