Palembang (ANTARA) - Warga perkampungan keturunan Arab di Kota Palembang masih melestarikan tradisi Bubur Suro yang diadakan setiap tanggal 10 Muharram untuk memperingati berbagai peristiwa penting dalam Islam.

Seperti pembuatan Bubur Suro di rumah salah seorang tokoh masyarakat Palembang yakni ustad Taufiq Hasnuri, Selasa, diikuti 2.000 orang lebih rela antre demi mendapatkan Bubur Asyuro atau Bubur Suro tersebut.
Baca juga: Bubur suro tradisi khas Palembang tiap Ramadhan

"Kami mengajak anak-anak agar ikut mengambil bubur Suro di rumah Ustad Taufiq, karena tradisi ini ada setiap tahun," kata seorang warga, Muhammad Iqbal, saat antre pengambilan bubur Suro di rumah Ustad Taufiq Hasnuri di Jalan KH. Azhari Kelurahan 12 Ulu Kecamatan Plaju.

2.000 orang lebih warga yang mengantre tersebut kebanyakan anak-anak di perkampungan keturunan arab, mereka membawa wadah bubur masing-masing dengan jumlah yang tidak dibatasi.

Ribuan warga antre mendapatkan Bubur Suro (ANTARA/Aziz Munajar/19) ki

Bahkan mereka rela berdesak-desakan menyerbu enam panci besar untuk mendapatkan bubur, meski panitia berupaya membagikan bubur satu persatu namun sebagian warga nekat menciduk sendiri bubur dengan mangkok masing-masing.

Alhasil 3.000 porsi Bubur Suro yang disiapkan panitia ludes hanya dalam 30 menit.

Sementara Ustad Taufiq Hasnuri mengatakan bahwa pada 10 Muharram umat Islam dianjurkan memperbanyak ibadah, salah satunya adalah bersedekah.

"Bubur Suro ini termasuk sedekah itu," kata Ustad Taufiq Hasnuri.

Tokoh masyarakat Palembang Ustad Taufiq Hasnuri, Selasa (10/9) (ANTARA/Aziz Munajar/19)

Menurut dia anjuran memperbanyak ibadah tersebut berkenaan dengan berbagai peristiwa penting yang terjadi pada tanggal 10 Muharram, seperti selamatnya Nabi Musa dari kejaran FIraun, keluarnya nabi Yunus dari perut Ikan Paus dan selamatnya Nabi Ibrahim dari kobaran api.

Tetapi bersedekah tidak harus dengan bubur, kata dia, sedekah kepada anak yatim lebih dianjurkan pada 10 Muharram.
Baca juga: Seabad tradisi bubur Suro

Ia membuat Bubur Suro karena tradisi tersebut sudah ada sejak 30 tahun lalu dari orang tuanya, resep Bubur Suro didapat dari orang-orang arab Palembang yang terinspirasi membuat bubur pada masa Nabi Nuh.

"Dulu ketika Nabi Nuh sampai di Bukit Judi, orang-orang di kapal itu merasa lapar, lalu Nabi Nuh mengumpulkan kacang-kacangan dan membuatnya menjadi bubur, sehingga dikenal sebagai Bubur Asyuro," jelasnya.

Seorang anak nampak membawa Bubur Suro menggunakan panci masak (ANTARA/Aziz Munajar/19)

Namun Bubur Asyuro yang diwarisi keluarganya merupakan bubur sop dengan bahan 160 kilogram beras, 100 kilogram bawang merah, 70 kilogram bawang putih, 60 kilogram dagingdaging dengan campuran bawang bombai, cengkeh, kayu manis, kapulaga india, kembang palo, jahe, air, minyak sami, kecap manis, dan kecap asin.

"Semua bahan-bahan ini hasil sumbangan masyarakat, saya hanya memasaknya saja," tambah Ustad Taufiq Hasnuri.
Baca juga: Makanan khas 1 Muharram, tumpeng dan apem hingga bubur suro

Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019