Hasil penyadapan pun bisa dibuktikan di persidangan. Terus kaitannya dengan Dewas, (lalu) apa fungsi Dewas? Dalam manajemen kan ada konsep miskin struktur, kaya fungsi, katanya
Purwokerto (ANTARA) - Rencana revisi terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diusulkan oleh DPR RI harus dihentikan, kata pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho.
"Memang harusnya dihentikan. Kenapa dihentikan? Karena yang menjalankan (UU KPK) kan KPK, tidak ada suatu permasalahan apa-apa sehingga tidak ada urgensinya mengevaluasi UU KPK," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Ia mengatakan, justru yang harus dievaluasi dan direvisi itu sebetulnya adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Baca juga: Civitas LIPI tolak Revisi UU KPK dan desak Presiden bersikap serupa
Menurut dia, UU Tipikor perlu direvisi karena belum menyangkut sektor swasta.
"Ini (revisi UU Tipikor, red.) yang penting. Tapi kenapa kok malah menyasar ke UU KPK, ini yang enggak pas, apalagi yang diminta akan direvisi, antara lain adanya suatu penyadapan harus izin kepada Dewas (Dewan Pengawas)," katanya.
Menurut dia, permintaan izin penyadapan oleh KPK kepada Dewas itu justru akan menambah birokrasi.
Bahkan, kata dia, izin tersebut tidak ada urgensinya karena sampai sekarang pun tidak ada penyalahgunaan kewenangan dalam konteks penyadapan.
"Hasil penyadapan pun bisa dibuktikan di persidangan. Terus kaitannya dengan Dewas, (lalu) apa fungsi Dewas? Dalam manajemen kan ada konsep miskin struktur, kaya fungsi," katanya.
Baca juga: Civitas Academica Undip Semarang tolak UU KPK direvisi
Terkait dengan usulan agar sumber daya manusia (SDM) penyidik harus kepolisian, dia mengatakan, tidak ada ketentuan seperti itu karena UU KPK telah dibuat sedemikian rupa bahwa siapa pun yang diangkat adalah penyelidik dan penyidik KPK.
Disinggung mengenai kemungkinan adanya usulan revisi UU KPK yang ditujukan untuk memperkuat lembaga antirasuah itu, Hibnu mengatakan, hal itu bisa saja dilakukan namun yang penting waktunya harus tepat.
"Kita sadar bahwa namanya undang-undang tidak ada yang sempurna, tapi (usulan revisinya) jangan sekarang. Perlu dievaluasi poin-poin mana yang dinilai masih kurang dan akan diperkuat," katanya.
Baca juga: UII meminta DPR batalkan revisi UU KPK
Selain itu, kata dia, evaluasi tersebut perlu melibatkan publik, akademisi, dan pakar, sehingga yang membicarakannya bukan hanya anggota DPR RI.
"Ini yang kurang pasnya di situ. Silakan (direvisi) tapi jangan sekarang," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, rencana revisi UU KPK yang sekarang muncul merupakan sebuah upaya pelemahan terhadap lembaga antirasuah tersebut.
"Orang itu kalau berpikir cepat, hasilnya tidak akan maksimal. Tetapi kalau berpikir baik, hasilnya lebih objektif dan memuat antisipasi ke depan, baik substansi maupun kulturnya," katanya.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019