Jakarta (ANTARA News) - Menteri Penerangan Malaysia Dato Ahmad Shabery Cheek mengatakan dirinya sama sekali tidak mengetahui mengenai lapangan helipad di perbatasan wilayah Kalimantan Barat dan Serawak Malaysia."Saya tidak tahu koordinat helipad itu dimana," kata Dato Ahmad yang didampingi Menkominfo Muammad Nuh dalam jumpa pers usai penandatanganan MoU kerjasama Depkominfo dan Departemen Informasi Malaysia di Jakarta, Kamis.Dato Ahmad mengatakan dirinya harus melakukan klarifikasi dahulu kepada pihak terkait di Malaysia karena dirinya merasa tidak mengetahui mengenai persoalan helipad di perbatasan tersebut. Dia membantah lapangan helipad yang berada tujuh meter dari perbatasan itu digunakan untuk kegiatan intelijen. "Saya terkejut kalau itu dituduh sebagai bagian dari intelijen. itu sudah menjurus ke kepercayaan, itu tidak mungkin," katanya. Kalau memang ingin melakukan kegiatan intelijen, Dato Ahmad mengatakan tidak perlu secara fisik datang ke suatu lokasi karena saat ini sudah ada teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan satelit. Sedangkan Menkominfo Muhammad Nuh mengatakan pihak Malaysia memang perlu melakukan klarifikasi mengenai helipad tersebut agar tidak terjadi spekulasi yang merugikan kedua belah pihak. Sebelumnya, Staf Ahli Menko Polhukam, Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Andi Amir mengatakan, keberadaan helipad permanen yang dibangun Malaysia dengan jarak hanya tujuh meter dari patok batas wilayah Kalimantan Barat (Indonesia) dan Sarawak, perlu mendapat perhatian khusus dari Pemerintah. "Kita mendapat informasi itu sudah beberapa kali dan keberadaan helipad tersebut belum menyentuh keamanan. Tetapi akhir-akhir ini sudah dibangun helipad permanen, saya pikir sudah perlu menjadi atensi khusus," kata Andi Amir ketika menghadiri Lokakarya Tata Kelola Kehutanan yang Baik di Tingkat Kalbar, di Pontianak, Rabu (11/6). Perhatian khusus bisa dilakukan misalnya mengkoordinasikan hal itu dengan Kedutaan Besar Malaysia, agar lebih memperhatikan permasalahan itu. Andi Amir menambahkan, hingga kini belum diperlukan penambahan personel TNI di kawasan tersebut, karena dikhawatirkan akan merusak hubungan kedua negara. "Konfrontasi bukan solusi legal dalam negara yang transparan dan demokrasi. Kita selalu menyelesaikan permasalahan kedua negara dengan upaya diplomasi," ujarnya. Ia menambahkan, Indonesia memang telah mengadakan kesepakatan dengan Malaysia, seperti kesepakatan sosek Malindo (Malaysia-Indonesia) tahun 1967 dan Kesepakatan General Border Committee (GBC) tahun 1971 yang isinya tidak memperbolehkan kegiatan di sepanjang dua kilometer dari patok batas wilayah Kalimantan Barat (Indonesia) dan Sarawak Malaysia. Kuat dugaan helipad yang dibangun oleh Malaysia di sekitar ujung Desa Tanjung Lokang, Kecamatan Kedamin, Sungai Kapuas, Kapuas Hulu, digunakan untuk aktifitas pembalakan liar yang masuk wilayah Indonesia atau tepatnya di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) di Kabupaten Kapuas Hulu. Lokasi tersebut juga masuk dalam wilayah jantung borneo atau "Heart of Borneo" (HoB) wilayah Indonesia. Temuan helipad tersebut oleh Polisi Kehutanan (Polhut) April lalu yang jaraknya hanya tujuh meter dari patok wilayah Indonesia-Malaysia, namun masih berada di wilayah Malaysia. Direktur Of Forest Departemen Sarawak, Datok Lan Talif Saleh yang hadir dalam pertemuan itu mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya penanganan pembalakan liar yang dewasa ini semakin marak terjadi di Pulau Kalimantan kepada Pemerintah Indonesia. "Bukannya kami tidak peduli. Tetapi penanganan hukum untuk menekan pembalakan liar, kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah Indonesia," katanya. Ia mengatakan, penyerahan sepenuhnya penanganan pembalakan liar kepada Indonesia adalah karena praktik pembalakan liar berada di wilayah Indonesia, sehingga Malaysia tidak mempunyai hak untuk turut campur. "Kita tetap komit dalam pemberantasan pembalakan liar, tetapi bukan pembalakan liar yang terjadi di Indonesia. Kita hanya menekan sekuat tenaga praktik pembalakan liar yang ada di Malaysia," ujarnya. Bagi Malaysia, jika ada kayu yang masuk dari Indonesia ke Malaysia, maka Malaysia beranggapan kayu tersebut masuk secara legal dan sah menurut hukum.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008