Jakarta (ANTARA) - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak pemberlakuan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 228 Tahun 2019 tentang jabatan tertentu yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing, menganggap keputusan itu bertentangan dengan undang-undang dan menambah kesulitan pencari kerja lokal mendapat pekerjaan.
"Kebijakan ini bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, khususnya terkait dengan BAB TKA," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam siaran pers konfederasi di Jakarta, Selasa
Iqbal mengatakan bahwa mestinya pemerintah mewajibkan penggunaan tenaga kerja asing (TKA) selalu didampingi oleh pekerja lokal dan TKA juga harus mampu berbahasa Indonesia.
Perluasan bidang kerja yang bisa dimasuki TKA, menurut dia, memungkinkan TKA bekerja tanpa pendamping.
Penggunaan TKA, menurut dia, juga mesti diikuti dengan transfer pengetahuan dan perpindahan pekerjaan. Dengan demikian, ketika masa kontrak kerja TKA habis maka posisinya bisa digantikan oleh tenaga kerja lokal.
Setelah pekerjaan yang bisa diduduki TKA diperluas, menurut dia, perpindahan keahlian dan perpindahan pekerjaan bisa tidak terjadi kalau pengawasan tidak diperketat.
Said Iqbal juga mengatakan bahwa perluasan peluang TKA mengisi pekerjaan di Indonesia mempersempit kesempatan kerja pencari kerja lokal.
Oleh karena itu dia meminta pemerintah mencabut Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No.228 Tahun 2019.
KSPI juga akan mengerahkan puluhan ribu buruh dari 10 provinsi untuk berunjuk rasa pada 2 Oktober 2019 guna menentang revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan dan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional.
"Buruh juga akan menyuarakan penolakan terhadap kebijakan TKA," kata Said Iqbal, menambahkan bahwa KSPI akan mengajukan permohonan uji materi terhadap Keputusan Menteri Ketenagakerjaan mengenai TKA.
Baca juga: Jokowi tegaskan pekerja asing di Indonesia hanya 0,03 persen
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019