Jambi (ANTARA) - Seluas 488 hektare lahan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi terbakar sejak musim kemarau melanda provinsi itu, kata Camat Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi Frans Afrianto.
Dari sebelas kecamatan di kabupaten itu, luasan lahan terbanyak yang terbakar terletak di Kecamatan Sadu, yakni dari 488 hektare lahan yang terbakar di Kabupaten itu, seluas 255 hektare lahan terbakar berada di Kecamatan Sadu.
"Kebakaran hutan dan lahan di kawasan tersebut sudah terjadi sekitar sepekan lalu, hingga saat ini belum berhasil dipadamkan," kata Frans Afrianto di Tanjabtim, Selasa.
Baca juga: BRG bangun 50 sumur bor di lahan gambut Tanjung Jabung Timur
Baca juga: Asap Karhutla Pekanbaru makin pekat, jarak pandang hanya 800 meter
Di kecamatan itu, saat ini ada tiga titik api yang terpantau yakni di Desa Baku Tuo, Desa Sungai Sayang, dan Desa Air Hitam Laut. Di Desa Baku Tuo merupakan yang terparah, bahkan kebakaran hutan dan lahan sudah mendekati pemukiman warga.
Karhutla yang terjadi di kecamatan itu dimulai sejak satu bulan yang lalu. Meski titik sempat padam karena di guyur hujan pada beberapa waktu yang lalu. Namun karena di kawasan itu merupakan lahan gambut, sejak hujan tidak lagi turun titik api bermunculan kembali di daerah itu, katanya.
"Titik api di lokasi Karhutla seakan tidak ada habisnya, ketika tim pemadam tengah melakukan proses pendinginan di salah satu titik api, muncul lagi titik api yang baru di satu hamparan yang sama dan begitulah seterusnya," kata Frans Afrianto.
Meski sempat dibantu oleh water bombing, namun usaha tersebut seakan tidak cukup membantu. Hal ini dikarenakan cukup tebalnya lapisan gambut, belum lagi ditambah dengan angin yang cukup kencang di lokasi Karhutla, ujarnya..
Dampak dari karhutla tersebut, menimbulkan kabut asap yang pekat menyelimuti kabupaten itu hingga pemerintah daerah harus mengambil kebijakan untuk meliburkan sekolah siswa Sekolah Dasar.
Baca juga: Kota Jambi perpanjang libur sekolah karena kualitas udara memburuk
Pewarta: Muhammad Hanapi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019