"Bisa dianggap juga bahwa sudah saatnya lembaga-lembaga penegak hukum non-ad hoc ingin memperbaiki diri dan tampil dengan baik di muka publik," ujarnya.
Jakarta (ANTARA) - Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) menilai penguatan institusi penegak hukum menjadi langkah yang lebih tepat saat ini, dibandingkan rencana revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Untuk waktu sekarang ini belum menemui urgensinya merevisi UU KPK, lebih baik menguatkan lembaga penegak hukum non-ad hoc," kata Koordinator Nasional JIB Abdullah Sumrahadi, di Jakarta, Senin.
Menurutnya, lembaga lainnya juga memiliki wewenang menangani perkara penegakan hukum memberantas korupsi, sehingga penguatan pada institusi tersebut dinilai lebih memberikan kontribusi yang positif.
"Bisa dianggap juga bahwa sudah saatnya lembaga-lembaga penegak hukum non-ad hoc ingin memperbaiki diri dan tampil dengan baik di muka publik," ujarnya.
Baca juga: Prof Romli: Revisi UU KPK memenuhi unsur filosofis hingga komparatif
Namun, kalau revisi UU KPK memang benar-benar tidak bisa ditunda, maka prosesnya harus cermat dan jangan dilakukan dengan terburu-buru.
Ia mengingatkan, beberapa poin yang menjadi perdebatan harus dikaji lebih dalam dan komprehensif.
Baca juga: Demonstrasi tolak revisi UU KPK digelar "Aliansi Arek Suroboyo"
Menurut Abdullah, jangan sampai setelah pengesahan UU KPK, malah tetap dasar hukum lembaga pemberantasan korupsi itu masih berpolemik.
"Saya pikir masih terbuka ruang dialog, dan para pihak yang terkait di dalamnya sama-sama saling membuka diri. Sebab dasar-dasar dibentuknya KPK untuk membuat negeri ini menjadi lebih baik," ujarnya lagi.
Baca juga: UII meminta DPR batalkan revisi UU KPK
Beberapa poin dalam draf revisi UU KPK seperti pembentukan Dewan Pengawas KPK, kewenangan KPK untuk memberlakukan SP3 perkara, status kepegawaian KPK, dan sejumlah poin lainnya menimbulkan pro dan kontra di tengah publik.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019