Jakarta (ANTARA) - Justinus Gambenop, salah satu pemilik hak ulayat di distrik Subur, yang merupakan kawasan konsesi PT Berkat Cipta Abadi (PT BCA), unit usaha kelapa sawit Korindo Group (Korindo), menyatakan kehadiran Korindo Group di wilayahnya diibaratkan bagaikan "Habis Gelap Terbitlah Terang'.

Pasalnya, sebelum Korindo beroperasi di wilayah yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini ini, wilayah Boven Digoel sangat tertinggal dalam hal pembangunan infrastruktur fisik dan ekonomi.

"Yang paling terasa adalah dibukanya begitu banyak lapangan kerja dan pembangunan begitu banyak sarana umum seperti klinik, sekolah, tempat ibadah, dan sebagainya," ujar Justinus.

Baca juga: Warga Boven Digoel kecam manuver LSM asing

Baca juga: Mighty Earth beberkan temuan deforestasi

Setidaknya sekitar 1.800-an putra-putri asli Boven Digoel bekerja di PT BCA, yang menempati berbagai posisi kerja. Selain itu, pada 2017 lalu, PT BCA membangun Klinik Asiki, yang digadang-gadang menjadi klinik modern pertama di desa Asiki, sebuah desa di pedalaman Boven Digoel.

Klinik yang didirikan di atas lahan seluas 2.929 m2 ini dilengkapi dua poli (umum dan gigi), ruang bersalin, ruang UGD, dan empat kamar rawat inap.

Justinus mengatakan dalam hal proses pembukaan lahan, pihaknya telah mendapat sosialisasi dan kompensasi yang memadai sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Selain itu, dirinya pun dengan tegas membantah isu yang beredar bahwa Korindo melanggar hak asasi manusia (HAM) dalam proses pembukaan lahan.

"Tidak ada itu (pelanggaran HAM). Bahkan, dampak positif dari kehadiran mereka saat ini begitu kami rasakan," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Sustainability Manager Korindo Group Luwy Leunufna mengungkapkan, Korindo selalu memprioritaskan dampak sosial dan lingkungan sebelum merancang strategi bisnis korporasi. Salah satunya adalah selalu berkomitmen terhadap kepatuhan pada regulasi dan hukum nasional dan internasional.

"Dalam hal pembukaan lahan saja, setelah kami mendapatkan izin lokasi, kami melakukan pengurusan SK Pelepasan Kawasan Hutan, selanjutnya pembayaran hak wilayah kepada masyarakat setempat, AMDAL, dan pengurusan hak guna," ungkap Luwy.

Dengan demikian, lanjut Luwy, pihaknya sangat menyayangkan adanya tudingan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) bahwa Korindo melakukan pelanggaran HAM untuk membuka lahan.

"Bahkan, kami dituduh mengerahkan militer. Faktanya, Boven Digoel adalah kawasan yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini, oleh karena itu kehadiran militer sangat dibutuhkan untuk eksistensi negara, bukan untuk kepentingan Korindo," ujarnya.*

Baca juga: FSC tunda laporan deforestasi

Baca juga: Masyarakat Gane merasakan dampak kehadiran PT GMM

Pewarta: Aditia Maruli dan Primasatya
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019