Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum Tata Negara dari Universitas Padjadjaran Bandung Muhammad Rullyandi menilai keputusan DPR RI menyetujui usulan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK adalah bentuk perbaikan fungsi dan kewenangan untuk penguatan lembaga KPK.
"KPK dibentuk sebagai lembaga pemberantasan korupsi extra ordinary yang independen sehingga dalam menjalankannya fungsi dan kewenangannya, tidak dapat diintervensi oleh lembaga kekuasaan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif," katra Muhammad Rullyandi, melalui pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Senin.
Baca juga: Firli: Tidak ada upaya lemahkan KPK
Menurut Rully, panggilan Muhammad Rullyandi, sejalan dengan fungsi dan kewenangannya, KPK yang diatur berdasarkan landasan hukum UU KPK, maka KPK harus mengutamakan koordinasi dan supervisi terhadap instansi terkait maupun sesama instansi penegak hukum, dalam upaya pencegahan dan sinergitas penindakan sehingga tercipta harmonisasi dalam upaya pemberantasan korupsi.
Baca juga: Komisi III DPR berharap Presiden terbitkan surpres revisi UU KPK
Adanya usulan terhadap dewan pengawas yang dibentuk guna memberikan pengawasan penyadapan, menurut dia, merupakan suatu langkah pencegahan dan mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan, sehingga dalam prinsip negara hukum, adanya pembatasan kekuasaan dapat diwujudkan dalam semangat pemberantasan korupsi.
"Usulan lain dalam revisi UU KPK yang patut diapresiasi adalah menambah kewenangan KPK dalam penghentian penyidikan, sehingga adanya putusan pengadilan yang tidak sejalan dengan hasil penyidikan dan pembuktian di KPK, maka menguatkan urgensi kewenangan penghentian penyidikan demi kepastian hukum," katanya.
Baca juga: Masinton Pasaribu: Keberadaan dewan pengawas mendesak bagi KPK
Rully menegaskan, pada prinsipnya tidak ada organ kekuasaan negara yang tidak bisa diawasi dan kewenangan atribusi KPK hanya bisa dibatasi secara konstitusional oleh pembentuk undang-undang.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019