Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan di DPR RI, Suharso Monoarfa, di Jakarta, Rabu, menegaskan, berdasarkan UU Nomor 1/PNPS/1965, Pemerintah memang berhak membubarkan perbuatan di luar pokok-pokok ajaran agama. Ia mengatakan itu kepada ANTARA, menanggapi kontroversi tentang lahirnya SKB yang ditandatangani bersama oleh Jaksa Agung (Jagung), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Agama (Menag), Senin petang, awal pekan ini. SKB itu semata-mata ditujukan terhadap eksistensi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). "Intinya, memberi perintah JAI menghentikan kegiatannya," kata Menag, Maftuh Basyuni dalam kesempatan terpisah. Bagi Suharso Monoarfa dkk, Pemerintah memang diberi kewenangan untuk melakukan apa yang diperlukan bagi kepentingan hal itu. "Dan memang sudah jelas, dalam UU Nomor 1/PNPS/1965 tersebut, menyebutkan, Pemerintah berwenang "menghentikan" kegiatan/perbuatan di luar pokok-pokok ajaran agama," ungkapnya. Bahkan, tegasnya, manakala aktivitas yang melanggar pokok-pokok ajaran agama itutetap diteruskan, Pemerintah berwenang mengambil langka-langkah lebih drastis. "Yaitu tadi, Pemerintah dibolehkan oleh undang-undang itu untuk mengambil tindakan seperlunya, termasuk membubarkan," kata Suharso Monoarfalagi. Sementara itu, kontroversi di ranah publik menunjuk pada isi SKB yang hanya memerintahkan kepada penganut Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) untuk menghentikan penyebaran, penafsiran dan kegiatan menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam. Jadi bukan pelarangan dan pembekuan Ahmadiyah. Menanggapi hal itu, Ketua `Setara Institute` kepada pers mengatakan, penghentian kegiatan JAI merupakan pelanggaran konstitusi oleh pemerintah. "Sekarang kami minta Polri harus menjamin keselamatan JAI," ujar Hendardi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008