"Keris Indonesia yang ditetapkan Unesco sebagai Karya Agung Budaya Dunia ternyata memberikan dampak ekonomi bagi pengrajinnya, hal itu juga berdampak pada terbukanya ruang bagi perempuan untuk ikut membuat keris," kata Unggul di Jakarta, Selasa.
Hasil penelitiannya menunjukkan, dari 652 pengrajin keris di Sumenep, sekitar 35 persennya adalah pengrajin perempuan.
Baca juga: Geliat Sumenep sebagai kota keris
Baca juga: Senapati Nusantara harap Hari Keris segera ditetapkan
Baca juga: Kemendikbud sambut baik usulan Hari Keris Nasional
Pada awalnya mereka ikut untuk membantu suaminya agar pesanan lebih cepat selesai, namun lama kelamaan para perempuan ini semakin lihai dalam membuat keris.
"Awalnya mereka hanya ikut membantu perekonomian keluarga, namun akhirnya perempuan mengambil peran yang lebih banyak," kata Unggul.
Terlibatnya perempuan dalam pembuat keris ini, menurut Unggul telang mengubah sosial budaya dalam dunia keris. Keris, baik di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa, selama ini hanya menjadi wilayah laki-laki saja.
Tetapi setelah penetapan Unesco, maka tercipta lah emansipasi bagi perempuan, peran perempuan pun menjadi semakin tinggi untuk membantu perekonomian keluarga.
Para perempuan ini, yang kebanyakan ibu rumah tangga, kata Unggul, belajar membuat keris dari keluarganya.
Tidak seperti di Yogyakarta, di mana seorang empu akan membuat keris dari awal hingga akhir, di Sumenep sudah terjadi pembagian kerja dalam membuat keris.
Ada yang membuat gagangnya, ada yang membuat bilah dan lainnya. Oleh sebab itu kemampuan empu perempuan pun tergantung spesialisasi yang dikerjakan oleh keluarganya.
"Jadi kemampuannya sesuai dari spesialisasi pekerjaannya. Misalnya keluarganya bagian membuat warangka keris, nanti istrinya juga ikut membuat waranga keris," kata dia.
Ia mengatakan dengan adanya fenomena tersebut maka laki-laki di sana semakin terbuka dengan emansipasi.
"Pada awalnya memang terasa aneh perempuan terlibat dalam pembuatan keris, namun mereka semakin terbuka dan menerima hal tersebut. Akhirnya munculah empu perempuan," kata dia.
Baca juga: 11 Warisan Budaya Indonesia Diakui Dunia
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019