Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR Habib Aboe Bakar Al-Habsyi mempertanyakan urgensi poin antiradikalisme yang menjadi salah satu syarat bagi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sebenarnya apa urgensinya? Ada apa ceritanya? Kenapa tidak lebih pada integritas para calon?" tanya politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, di Jakarta, Senin.
Hal tersebut disampaikannya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansel Capim KPK dengan Komisi III DPR RI terkait hasil asesmen yang dilakukan.
Aboe Bakar menyoroti isu antiradikalisme dalam proses seleksi capim KPK sehingga sampai perlu bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Ia juga mempertanyakan karena ada dugaan persyaratan tersebut menjadi penyebab beberapa capim terganjal dalam proses seleksi.
"Apa benar ini menjegal beberapa calon memiliki komitmen keislaman tinggi? Yang katanya sulit dikendalikan sehingga dikasih label radikal?" kata Aboe Bakar.
Menjawab pertanyaan itu, anggota Pansel Capim KPK Hendardi mengakui poin antiradikalisme memang tidak menjadi persyaratan pada seleksi capim empat tahun lalu.
Namun, kata dia, persyaratan itu menjadi penting pada seleksi capim KPK sekarang ini karena radikalisme dan intoleransi adalah persoalan yang sudah mengemuka dan bisa terjadi di institusi mana pun, termasuk KPK.
"Karena itu, kami menghindari sejak dini. Itu menjadi syarat bagi kami," tegasnya.
Hendardi menambahkan komunikasi juga dilakukan dengan sejumlah institusi, seperti BNPT, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan sebagainya sebagai pelengkap sesuai kondisi dan aktualisasi politik sekarang ini.
"Memang ada catatan, seperti dari BNPT yang tidak mungkin kami sampaikan secara terbuka. Namun, catatan tidak begitu saja kami terima. Kami cek ulang kembali, karena bisa juga berbau fitnah, dan sebagainya," katanya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019