Jakarta (ANTARA) - Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai perlintasan sebidang antara jalur kereta dan jalan pada prinsipnya hanya bersifat sementara, bukan permanen.
"Perlintasan sebidang antara jalan kereta dan jalan, pada prinsipnya dibangun tidak sebidang. Namun jika dibangun sebidang, hanya bersifat sementara yang harus memperhatikan keselamatan operasional KA dan penguna jalan raya," ujar Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Dia juga menambahkan bahwa masalah perlintasan sebidang selalu kontroversial. Di satu sisi, masyarakat membutuhkan akses jalan yang lebih singkat. Akan tetapi, di sisi lain, perlintasan itu juga menjadi sumber petaka.
Selain menjadi simpul terjadinya kecelakaan, perlintasan sebidang merupakan titik kemacetan. Tingginya frekuensi perjalanan KA, sehingga mengakibatkan waktu tunggu untuk pengguna jalan raya semakin lama.
Segala upaya sudah dilakukan selama ini, seperti sosialisasi, koordinasi, penutupan, pengelolaan, penegakan hukum, program aksi, pemberian penghargaan, kampanye dan kerjasama dengan instansi terkait. Aksi penutupan perlintasan juga tidak mudah, sejumlah hambatan terjadi di lapangan.
Upaya penutupan itu kerap mendapat penolakan dari warga, pemda dan pengusaha. Faktor lain adalah kesadaran masyarakat karena masih banyaknya jalan umum tak resmi yang memotong langsung jalur kereta. Perlintasan liar itu terus bertambah setiap tahun.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Djoko Sasono mengatakan bahwa pada tahun 2018 telah terjadi kecelakaan di perlintasan sebidang sebanyak 395 kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 245 orang baik luka ringan, luka berat sampai meninggal dunia.
Djoko menuturkan tingginya tingkat kecelakaan di perlintasan sebidang kereta api salah satunya disebabkan oleh penanganan perlintasan sebidang yang belum menjadi prioritas para pemangku kepentingan.
Dalam Undang–Undang 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian,disebutkan bahwa perpotongan antara jalur kereta api dengan jalan yang disebut sebagai perlintasan sebidang seharusnya dibuat tidak sebidang, kecuali bersifat sementara.
Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan.
Namun pada praktiknya di lapangan masih banyak ditemui perlintasan sebidang yang tidak sedikit jumlahnya sehingga menjadi faktor kerawanan tersendiri bagi penyelenggaraan transportasi berbasis rel ini.
Baca juga: Terdapat 395 kecelakaan di perlintasan sebidang KA sepanjang 2018
Baca juga: Kemenhub akan rekrut warga jaga perlintasan sebidang
Baca juga: Kemenhub targetkan tutup 100 perlintasan sebidang pada 2019
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019