Kudus (ANTARA News) - Pasca terbitnya surat keputusan bersama (SKB) terkait keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), sejumlah jamaah Ahmadiyah di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, tetap menjalankan ibadah sesuai ajaran mereka. "Munculnya SKB, tidak akan menghentikan para jamaah Ahmadiyah menjalankan kewajibannya sebagai umat Islam," kata Mubaligh Jamaah Ahmadiyah, Rahmad Azis, di Kudus, Selasa. Terbitnya SKB oleh tiga menteri, yakni Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri sangat disesalkannya, mengingat kebebasan beragama di Indonesia dilindungi oleh Undang-undang. Agama Islam milik Allah bukan perseorangan Pihaknya juga menolak dikatakan menistakan agama, mengingat agama Islam bukan milik perseorangan atau kelompok, melainkan milik Allah. "Selama tidak menyakiti anggota fisik jamaah, kami tidak mempersoalkan sejumlah pihak yang mengatakan penganut Ahmadiyah kafir," katanya. Ia menilai, pihak di luar kelompok Ahmadiyah tidak tepat memberikan penjelasan tentang ajaran Ahmadiyah, karena bisa menyesatkan. "Yang tepat adalah dari kelompok Ahmadiyah sendiri," katanya. "Ibadah yang kita lakukan juga tidak berbeda dengan kaum muslim lain. Kita sama-sama menjalankan rukun Islam dan Iman," katanya. Hanya saja, ajaran Amadiyah memiliki pandangan lain tentang nabi akhir. "Sesuai hadist rasul, Imam Mahdi memang kita yakini sebagai nabi penerus syariat untuk menghidupkan agama Islam dan menegakkan syariat," katanya. Sedangkan Nabi Muhammad SAW, merupakan nabi pembawa syariat Islam. Meski nabi akhirnya adalah Imam Mahdi, Jamaah Ahmadiyah justru semakin khusuk menjalankan ibadah sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW. "Bahkan, kecintaan kami terhadap beliau juga semakin besar," katanya. Pasalnya, Imam Mahdi merupakan pengantar bentuk-bentuk ajaran mencintai rasul. Sementara itu, Ketua Organisasi Ahmadiyah Cabang Kudus, Hendro Kuswanto, juga menyesalkan keluarnya SKB tiga menteri, selain adanya jaminan kebebasan beragama oleh undang-undang, kelompok mereka juga tidak menimbulkan konflik di masyarakat. "Masyarakat menghormati keberadaan kami, bahkan sebagian dari mereka juga ikut sholat berjamaah di masjid kami," katanya. Subiati, warga sekitar kompleks masjid Ahmadiyah di Dukuh Pandak, Desa Colo, RT3 RW 3, mengaku tidak mempermasalahkan keberadaan mereka. "Agama mereka juga Islam dan menjalankan ibadah sebagaimana orang Islam lain selain Ahmadiyah," katanya. Hanya saja, kata dia, kelompok Ahamdiyah memang memiliki pandangan berbeda tentang keberadaan nabi terakhir mereka Imam Mahdi. Hingga kini, Jamaah Ahmadiyah yang sebagian besar warga Kudus dan bermukim di Dukuh Pandak, Desa colo, Kecamatan Dawe, Kudus berjumlah sekitar 40 orang dengan sejumlah profesi. Untuk memudahkan jamaah Ahmadiyah menjalankan sholat berjamaah dan aktifitas agama lainnya, maka mereka mendirikan masjid Baitudzikri di Desa Colo RT 1 Rw 3 pada tahun 1999. Kelompok Ahmadiyah tersebut, mulai muncul di Kudus sejak tahun 1999 dibawa oleh warga Kudus yang mendapatkan ajaran serupa dari kelompok Ahmadiyah di Pati. Salah satu isi SKB dari 6 butir keputusan, yakni penganut, anggota dan/atau anggota pengurus JAI diingatkan, sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam. Penyimpangan tersebut berupa penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. Bagi penganut Ahmadiyah yang tidak mengindahkan butir peringatan di atas, dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008