Jerusalem, (ANTARA News) - Satu-satunya cara untuk HAMAS agar bisa bertahan di Gaza adalah memancing pasukan Israel ke perang jalanan, kata para pengamat seperti diberitakan AFP.

Beberapa pengamat mulai membandingkan serbuan Israel itu dengan invasi AS ke Irak tahun 2003 yaitu keunggulan militer yang akan berubah jadi pertempuran tertatih-tatih menghadapi gerilyawan.

"Yang membuat HAMAS merasa yakin adalah waktu yang berpihak kepada mereka," kata Nicolas Pelham, analis senior Timur Tengah untuk lembaga pemikir International Crisis Group.

Kedua pihak telah benar-benar mempersiapkan perang tersebut.

HAMAS mendirikan sayap militernya yaitu Brigade Ezzedine Al-Qassam dan menurut Israel gerakan itu juga membangun titik-titik penembak jitu, ranjau dan terowongan untuk melarikan diri di berbagai pelosok Gaza.

Saluran televisi HAMAS yaitu Al-Aqsa menyiarkan video pop antara lain tentang seorang anak laki-laki bernyanyi untuk ibunya sebelum ia menjadi pembom bunuh diri yang membunuh empat tentara Israel.

Al-Aqsa juga menampilkan liputan langsung korban tewas maupun cedera yang tiba di rumah sakit setiap kali terjadi serangan Israel.

Israel melatih tentaranya selama lebih dari 18 bulan di tiruan lika-liku gang-gang Gaza yang dibangun di Padang Pasir Negev.

"HAMAS kemungkinan berharap bisa memancing pasukan Israel bertempur di jalanan Kota Gaza dan di kamp pengungsi, "kata David Hartwell, spesialis Timur Tengah di kelompok analis pertahanan Jane.

"Strategi sebenarnya adalah meningkatkan jumlah korban hingga pada tingkat yang makin menjadi isu sensitif secara politik."

Pelham, dari ICG, mengatakan para pemimpin HAMAS berusaha memperpanjang konflik.

"Mereka ingin Israel masuk ke kota Gaza sehingga akan sulit (bagi Israel) untuk keluar lagi."

"Ada yang menyamakan dengan invasi AS ke Irak -- makin banyak korban di pihak tentara dalam pertempuran melawan gerilya. Ada yang berpikir bahwa perlawanan sebenarnya dimulai saat tentara memasuki kota."

"Jika ada 500 anggota HAMAS gugur itu tentu sukses yang signifikan untuk militer Israel namun dilihat dari radikalisasi jika pertempuran jalanan terjadi, HAMAS yakin anggotanya yang gugur akan ada yang menggantikan, " kata Hartwell.

Pelham mengatakan HAMAS tidak ingin ada pemantau internasional di perbatasan Mesir atau langkah apapun yang bisa menimbulkan kemungkinan Presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas kembali ke Gaza.

Para pengamat mengatakan Israel semakin gelisah untuk menyelesaikan operasinya sesuai harapan karena pemerintah AS berganti pada tanggal 20 Januari dan Pemilu Israel diselenggarakan pada 10 Februari.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009