Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (PB GPMI) dalam siaran pers yang diterima ANTARA, di Jakarta, Senin, menengarai insiden Monas pada 1 Juni lalu telah memicu perpecahan di antara sesama Muslim di Tanah Air.
"GPMI menengarai bahwa insiden Monas telah memicu perpecahan di antara umat Islam, dan ada kesan mengalihkan persoalan bangsa yang sangat fundamental yaitu tuntutan terhadap pembatalan kenaikan harga BBM serta penurunan harga," demikian bunyi salah satu butir pernyataan sikap PB GPMI.
Lebih lanjut GPMI menghimbau agar seluruh komponen bangsa, khususnya mahasiswa, tidak terpengaruh oleh insiden Monas, dan terus menyuarakan hati nurani rakyat agar pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM serta menurunkan harga kebutuhan pokok.
Menurut Ahmad Sumargono, Ketua Umum PB GPMI, akar masalah insiden Monas adalah karena sikap pemerintah yang tidak tegas dan sangat lamban dalam menangani masalah Ahmadiyah, meskipun Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Ahmadiyah adalah ajaran sesat.
"Oleh karenanya GPMI mendesak kepada pemerintah agar Ahmadiyah segera dibubarkan lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri terkait," tulis Ahmad Sumargono.
Selain itu PB GPMI juga meminta kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia untuk bersikap adil dan proporsional dalam penanganan insiden Monas, jangan hanya dari pihak FPI (Front Pembela Islam), tetapi juga dari AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan).
Terkait tuntutan pembubaran FPI, PB GPMI berpendapat FPI tidak bisa dibubarkan kecuali pemerintah melalui keputusan pengadilan menyebutkan demikian.
Pandangan ini berdasar kepada Undang-Undang Keormasan No. 8 tahun 1985, bahwa tidak ada sesuatu kekuatan yang berhak membubarkan organisasi massa kecuali pemerintah lewat putusan pengadilan. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008