Jakarta (ANTARA News) - Para pengembang properti kemungkinan akan menyesuaikan tingkat harga produknya, menyusul kenaikan suku bunga acuan BI Rate oleh Bank Indonesia (BI) dari 8,25 persen menjadi 8,50 persen. "Kenaikan BI Rate sebesar 25 basis poin mendorong para developer properti menaikkan tingkat harga jual produknya, akibat laju inflasi Mei mencapai 1,41 persen," kata Chief Executive Officer (CEO) PT Arah Sejahtera Abadi (member of Agung Podomoro Group), Eddy Mumin di Jakarta, Senin. Menurut dia, kenaikan harga jual produk itu belum dapat dikatakannya pada saat ini, karena harus dipelajari dengan melihat kondisi pasar setelah harga bahan baku bangunan tersebut menguat. "Kenaikan harga bahan bangunan itu dinilai wajar, setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 28,7 persen." katanya. Kenaikan BBM itu, lanjut dia, memang menimbulkan berbagai dampak negatif baik terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang agak melambat, laju inflasi yang tinggi, dan mendorong perbankan juga menaikkan suku bunga kreditnya. Kenaikan suku bunga kredit perbankan memang tidak terjadi secara bersamaan dengan naiknya bunga BI Rate, ujarnya. Kondisi ini, menurut dia, memberikan tanda bahwa properti juga akan menaikkan harga jual produksi yang berkisar antara 10 sampai 15 persen, katanya. Dirut PT Arah Sejahtera Abadi, Handaka Sentosa mengatakan, kenaikan BBM itu sebenarnya sudah diantisipasi dengan melakukan pembelian bahan baku bangunan lebih dulu secara besar-besaran. "Kami mengantisipasi dengan membeli bahan baku itu lebih besar, sehingga kenaikan harga jual produk tidak sebesar dari perkiraan semula," katanya. Perusahaan, lanjut dia, kemungkinan akan menaikkan produk jualnya sebesar 10 persen, namun kenaikan itu juga masih dalam tahap dipelajari, tambahnya. (*)
Copyright © ANTARA 2008