Serang (ANTARA News)- Suara letusan atau dentuman Gunung Anak Krakatau di perairan Selat Sunda, Minggu malam terdengar empat kali hingga ke pesisir pantai Anyer. Meski demikian,warga setempat tidak panik dan tetap beraktivitas seperti biasa. "Saya mendengar empat kali dentuman keras Gunung Anak Krakatau namun tidak menimbulkan getaran besar," kata petugas Pemantauan Gunung Anak Krakatau (GAK) Jumono, di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang,Minggu. Menurut Jumono ,letusan keras Anak Krakatau terjadi akibat meningkatnya frekuensi letusan dan kegempaan pada kawah baru di bukit selatan gunung. Bahkan, saat ini kondisi lubang kawah gunung semakin melebar dan diperkirakan berdiameter 150 meter. "Karena itu, letusan disertai suara dentuman keras terdengar hingga ke daratan," katanya. Berdasarkan data yang terekam Pos Pemantau Pasauran, Serang, Banten, intensitas kegempaan Anak Krakatau sepanjang Minggu (8/6) pukul 00-18 WIB tercatat sebanyak 268 kali yakni gempa vulkanik A (dangkal) 41 kali,gempa vulkanik B (dalam) 76 kali,letusan 74 kali, tremor 3 kali dan hembusan sebanyak 74 kali. Oleh karena itu,hingga saat ini status Gunung Anak Krakatau masih siaga atau level III, sehingga kerapkali menyemburkan material bebatuan. "Sampai saat ini pengujung dan nelayan tidak diperbolehkan mendekati titik letusan karena berbahaya akan terkena lontaran batu panas," katanya. Jumono menyebutkan, Gunung Anak Krakatau pernah meletus pada tanggal 26 Agustus 1883 hingga menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Namun demikian, tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun lalu setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Gunung Anak Krakatau. Awalnya, gunung baru tersebut tumbuh sekitar 20 inci per bulan. Selanjutnya, setiap tahun menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki. Tingginya Gunung Anak Krakatau itu,lanjut dia akibat material yang keluar dari perut gunung sehingga mencapai ketinggian 230 meter di atas permukaan laut. Sedangkan Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008