Hal-hal esensial soal reforma agraria tidak diatur, ini tanda bahwa pemerintah abai."

Jakarta (ANTARA) - Guru besar hukum agraria Universitas Gadjah Mada (UGM) Maria Sumardjono menilai RUU Pertanahan memandang tanah hanya dari fungsi ekonomi dan abai terhadap fungsi sosial dan ekologi.

Dalam diskusi di Jakarta, Jumat, Maria Sumardjono mengatakan hal itu bertentangan dengan Undang-undang Pokok Agraria dan menunjukkan kegagalan meminimalisasi ketidakharmonisan undang-undang sektoral bidang pertanahan.

Baca juga: Komnas HAM: RUU Pertanahan beri impunitas terhadap korporasi

Baca juga: Legislator: RUU Pertanahan beri kepastian investasi

Baca juga: Komnas HAM: RUU Pertanahan tak hadirkan penyelesaian konflik

Baca juga: Sofyan Djalil : RUU pertanahan tidak gantikan UU Pokok Agraria

Dalam UU PA, pendaftaran tanah wajib dilakukan oleh pemerintah di seluruh wilayah Indonesia, sementara RUU Pertanahan mereduksi hanya menjadi pendaftaran bidang tanah.

"Pendaftaran tanah seperti bisnis as usual, tidak dikaitkan dengan reforma agraria," kata dia.

Reforma agraria dinilainya tidak dianggap hal penting dalam RUU Pertanahan karena hanya diatur dalam satu bab yang hanya menyalin Perpres Nomor 86 Tahun 2018.

"Hal-hal esensial soal reforma agraria tidak diatur, ini tanda bahwa pemerintah abai," ujar dia.

Maria menilai RUU Pertanahan yang akan segera diketok pemerintah dan DPR itu tidak satu pun memberikan kepastian hukum kepemilikan tanah, mencegah krisis ekologi, mengatasi konflik, mengurangi kemiskinan dan menurunkan ketimpangan ekonomi.

Bahkan RUU Pertanahan berpotensi melanggar konstitusi, putusan MK, Ketetapan MPR No. IX/2001 dan bertentangan atau mengganti UU PA.

Ada pun Presiden Joko Widodo mengarahkan agar RUU Pertanahan dapat diselesaikan pada September 2019.

RUU Pertanahan masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2015 dan sudah dibahas selama empat tahun oleh DPR RI bersama Pemerintah, tapi belum juga selesai.

Bahkan kini menjelang target Presiden itu, banyak pihak yang menyoroti sejumlah pasal dalam RUU Pertanahan dan meminta agar pengesahannya ditunda dan tidak dipaksakan.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019