membawa spanduk bertuliskan "Pancasila, NKRI Harga Mati"
Jakarta (ANTARA) - Pejalan kaki dari Sabang sampai Merauke, Watimin (36), mengalami pembengkakan pada bagian betis kiri yang dialami sejak Selasa (3/9).

"Agak nyeri sih. Kejadiannya waktu saya istirahat di Bogor," katanya saat dijumpai Antara di Jalan Irigasi Kalimalang, Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Jumat sore.

Pria yang sudah setahun berjalan kaki dari Masjid Agung Aceh itu mengaku tidak mengetahui penyebab pembengkakan pada betis.

Baca juga: Menpora terima kunjungan pejalan kaki mundur Medhy dari Tulungagung

Kondisi itu ia sadari saat kembali menempuh perjalanan mengarah ke Bekasi, Jawa Barat.

"Tiba-tiba bengkak aja," katanya.

Beruntung pria warga Cilacap, Jawa Tengah, itu berjumpa dengan relawan dari komunitas Indonesia Escorting Ambulance (IEA) yang memberikan perawatan terhadap kaki Watimin.

Salah satu relawan IEA yang turut mendampingi Watimin berjalan kaki adalah Reza.

"Pembengkakan kaki Watimin kelihatannya disebabkan oleh gigitan serangga. Tapi jenisnya belum tahu apa," kata Reza.

Penanganan medis dilakukan pihaknya dengan memberikan semprotan penghilang rasa nyeri serta membalut betis kaki kiri Watimin menggunakan perban putih.

Menurut dia sepanjang perjalanan melintasi Bogor hingga Jakarta, pejalan kaki yang berprofesi sebagai petani itu berulang kali mengeluhkan rasa sakit di betis.

"Setiap dia merasa kesakitan, saya selalu semprotkan cairan penghilang nyeri ini," katanya.

Watimin memilih berjalan kaki dari Aceh menuju Papua sebagai visualisasi aksi mengampanyekan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dengan berbekal izin dari sejumlah instansi terkait berikut surat keterangan sehat dari tim medis, Watimin berjalan kaki sejak setahun lalu dengan membawa spanduk bertuliskan "Pancasila, NKRI Harga Mati" yang terikat di tas ransel berwarna hijau.

Baca juga: Pejalan kaki Indramayu-Jakarta berharap bisa temui Presiden

Watimin menempuh perjalanan menggunakan sendal jepit karet warna hitam sambil memanggul bendera Merah Putih yang terikat di bagian ujung bambu.

"Saya mengarah ke Surabaya," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019