Karena sebenarnya tidak boleh lagi dipungut tarif
Bangkok (ANTARA) - Indonesia kembali mendesak Vietnam untuk memastikan pemberlakuan tarif nol persen bagi ekspor kendaraan terurai (completely knocked-down/CKD) mengingat kesepakatan harmonisasi tarif itu sudah berlaku sejak 2009 saat Kesepakatan Perdagangan Barang ASEAN (ASEAN Trade in Goods Agreement/ATIGA) diberlakukan.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam pertemuan ASEAN Free Trade Area (AFTA) Council Meeting di Bangkok, Thailand, Jumat, mengatakan Vietnam belum mengadaptasi pengenaan tarif nol persen untuk produk otomotif CKD, melainkan malah mengurai komponen CKD tersebut.
Vietnam juga beralasan tidak pernah mengenal ketentuan pos tarif untuk istilah CKD dalam "ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature" (AHTN). AHTN bisa dikatakan buku panduan pos tarif yang disepakati negara-negara ASEAN.
"Karena sebenarnya tidak boleh lagi dipungut tarif, tapi mereka (Vietnam) masih mengurai itu. Mereka juga beralasan tidak ada pos tarif CKD. Ini di luar kesepakatan di ASEAN. Ini diskusi yang agak panjang, kami sampaikan secara terbuka," ujar dia dalam AFTA yang merupakan rangkaian Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) ke-51.
Mendag mengatakan Indonesia dalam AFTA kembali menegaskan hal itu dan meminta solusi sesegera mungkin.
Selama ini, ekspor CKD dari Indonesia masih harus melewati proses yang berbelit-belit karena Vietnam tidak mengkategorikan satu tarif nol persen berdasarkan ATIGA untuk kesatuan komponen kendaraan terurai (CKD). Masing-masing komponen dalam kendaraan terurai CKD yang masuk ke Vietnam memiliki pos tarif masing-masing.
Maka itu, Indonesia sejak 2012 meminta Vietnam menambah catatan kaki (footnote) di buku pos tarif untuk memastikan bahwa tarif untuk setiap komponen CKD adalah nol persen. Namun Vietnam masih menolak permintaan ini.
Dalam AFTA Jumat ini, menurut Enggar, akhirnya Vietnam memberikan solusi sementara dengan menerbitkan "side letter" atau surat kontrak bagi ekspor CKD dari Indonesia.
Namun, kata Enggar, Indonesia masih mengamati proses pemberlakuan "side letter" ini. Dia ingin memastikan "side letter" ini benar-benar memberikan penegasan tarif nol persen untuk ekspor CKD Indonesia.
"'Side Letter' harus dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi panduan bagi petugas Bea Cukai di lapangan. Sebab kalu tidak dimengerti secara teknis oleh Bea Cukai mereka, ya ini sama juga ditolak," ujar Enggar.
Jika ekspor CKD Indonesia ke Vitenam benar-benar mendapat perlakuan tarif nol persen, Enggar memprediksi kinerja ekspor Indonesia akan meningkat secara signifikan. Hal itu juga tidak lepas dari industri otomotif di Vietanam yang sedang berkembang pesat dan membutuhkan banyak impor bagian kendaraan dari Indonesia.
"Karena pasarnya yang begitu tajam, dan itu yang dibutuhkan oleh mereka. Sekedar asumsi saja. Ya kenaikan 50 persen ekspor dalam tahun depan itu sangat mungkin," ujarnya.
Dalam AFTA 2019, Enggar juga menegaskan sulit bagi Indonesia untuk mengeluarkan pos tarif Minuman Beralkohol dari General Exception List (GEL) mengingat sensitivitas isu ini di dalam negeri. Hal tersebut juga didukung oleh Menteri AFTA Council Malaysia.
Baca juga: Pemindahan ibu kota RI jadi perhatian Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN
Baca juga: Menteri Ekonomi ASEAN serukan penyelesaian RCEP untuk jaga stabilitas
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019