Jakarta (ANTARA) - Media diingatkan tidak sekedar menulis pernyataan pihak yang memiliki otoritas, melainkan juga turun ke lapangan mengecek kebenaran pernyataan itu dalam memberitakan Papua.
"TNI bilang aman kok, sudah kondusif, tetapi di setiap 10 meter ada yang jaga. Ya kondusif. Kita kepengin misalnya memberitakan masyarakat sudah jualan, tetapi masih dibersihkan kaca, bangkai mobil yang dibakar sudah digeser," ujar Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Chairudin Bangun di Jakarta, Jumat.
Baca juga: DJP tetapkan kondisi kahar di Papua dan Papua Barat
Apabila tidak melaporkan langsung di lokasi, kata Hendry, setidaknya jurnalis memiliki kontak masyarakat atau tokoh masyarakat, seperti lurah, agar mendapat gambaran yang terjadi lapangan.
Informasi itu diperlukan untuk mengimbangi informasi yang diberikan pihak pemegang otoritas sehingga bukan hanya talking news.
Apabila mendapat keterangan dari pihak yang berlawanan pandangan, ia mengingatkan jurnalis mengemas berita secara berimbang dan memberi konteks.
"Kalau kita dapat rilis, kita muat kedua versi, tetapi kita beri konteks, media bukan corong, media itu medium, memberi perspektif dia sendiri, ada dari pendapat dari sana dan sini, tapi menurut kita juga dengan data," tutur Hendry.
Sementara itu, mantan ketua Dewan Pers Bagir Manan meminta pers memberikan pandangan-pandangan cara penyelesaian konflik di Papua yang dapat diambil oleh pemerintah.
"Jangan sampai pemerintah salah cara menangani sehingga niatnya memperkokoh kesatuan," kata dia.
Ia pun menekankan pentingnya pers memberi harapan terhadap kericuhan yang sedang terjadi di Papua dengan memberitakan hal positif yang terjadi di sana.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019