Itu pertanyaan besar dari KPK dan masyarakat Indonesia untuk menilai keseriusan pemerintah dan parlemen dalam mencegah dan memberantas korupsi, kata Laode
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif meminta proses revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi lebih transparan.
Laode menambahkan, proses revisi Undang-Undang KPK yang selama ini tertutup, dinilai memberikan contoh yang tidak baik bagi masyarakat Indonesia. Seharusnya, transparansi terjaga pada saat pembahasan revisi UU tersebut.
"Secara kelembagaan, KPK menyesalkan karena prosesnya tidak transparan. Kami berharap parlemen dan pemerintah memberikan contoh transparansi kepada masyarakat," kata Laode, di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat.
Baca juga: KPK kirim surat kepada Presiden soal permasalahan revisi UU KPK
Menurut dia, sudah seharusnya dalam proses revisi UU KPK tersebut dilakukan secara terbuka dan menampung berbagai aspirasi dari masyarakat termasuk KPK, sehingga tidak ada kesan bahwa parlemen ingin menyembunyikan sesuatu dari masyarakat.
Pihak KPK, katanya, bahkan sudah melakukan konsultasi dengan Ketua DPR Bambang Soesatyo terkait revisi UU tersebut. Namun, pihak DPR menyatakan tidak mengetahui apapun terkait revisi UU KPK tersebut.
"Ketua DPR juga kita konsultasikan, menyatakan tidak mengetahui. Akan tetapi, tiba-tiba (draf) selesai seperti itu. Siapa yang mengetahui?" ujar Laode.
Baca juga: TII desak Presiden tidak kirim surat soal revisi UU KPK ke DPR
Dengan proses pembahasan yang tidak transparan tersebut, menurut dia, akan memunculkan pertanyaan besar dari KPK dan masyarakat terkait dengan keseriusan pemerintah dan parlemen dalam memerangi praktik tindak pidana korupsi di Indonesia.
"Itu pertanyaan besar dari KPK dan masyarakat Indonesia untuk menilai keseriusan pemerintah dan parlemen dalam mencegah dan memberantas korupsi," kata Laode.
Berdasarkan catatan, materi muatan revisi UU KPK tersebut meliputi perubahan status kepegawaian para pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), serta kewenangan penyadapan.
Baca juga: Presiden Jokowi harap DPR dapat perkuat KPK
Selain itu, juga meliputi pembentukan Dewan Pengawas, KPK tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, peralihan pelaporan LHKPN, serta kewenangan KPK untuk menghentikan perkara.
"Suatu proses yang dimulai tidak terbuka, saya yakin pasti di dalamnya ada yang ingin disembunyikan dari masyarakat," tutup Laode.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019